Jusuf Wanandi Menyibak Tabir CSIS
CSIS yang merupakan lembaga pemikir yang pro-Barat, mengakui bahwa mereka punya kerjasama dengan Rand Corporation, lembaga think tank berbasis di California, Amerika Serikat, yang dikenal anti Islam militan.
“Rand Corporation sangat membantu CSIS,” terang Jusuf. Meski ia tidak mungkin meniru sepenuhnya Rand, Jusuf menyatakan, “Namun, kekuatan intelektual, proses penelitian dan pengawasan, pendekatan dan kerjasama kolektif dan studi interdisiplin yang diterapkan Rand Corporation sangat mengesankan dan saya ingin menerapkannya di CSIS.”
Jusuf dan kawan-kawannya di CSIS, memainkan partai Golkar untuk menguasai politik di Indonesia. “Satu-satuya cara kami mendukung Golkar, kami tegaskan, adalah kalau kami yang mengelola panitia pemilu Golkar sehingga kami dapat memilih calon yang ditampilkan dalam pemilihan dan tidak mengandalkan kader yang ada yang umumnya lemah. Soeharto setuju. Ali Moertopo memberikan kepada saya untuk melaksanakannya. Ia member saya sebuah gedung di sebelah gedung lain yang kelak menjadi kantor CSIS untuk mengelola Badan Pengendalian Pemilu (Bappilu) Golkar. Saya menyeleksi 50 orang dari kelompok aktivis sebagai penghubung Golkar di daerah. Pada Maret 1971, Pak Ali memberi kami modal untuk menerbitkan harian Suara Karya untuk menyebarluaskan pesan-pesan Golkar. Penerbitan perdana terjadi tiga hari kemudian, persis pada hari Supersemar. Tidak tahu bagaimana caranya, dengan Sumiskum sebagai penerbit dan Rahman Tolleng, sebelumnya redaktur Mingguan Mahasiswa di Bandung, sebagai pemimpin redaksi, kami berhasil meluncurkannya.”
Kedekatan Ali Moertopo dengan kelompok Katolik CSIS, karena sejak awal ia tidak suka kepada Islam atau syariat Islam. Pada Sidang MPRS 1968, Ali Moertopo menyarankan kepada Soeharto agar menolak GBHN yang dirumuskan MPRS yang dipimpin oleh Jenderal Nasution dan Subchan. Ali dkk berhasil melobi Soeharto yang ‘baru mengenal politik’ saat itu.
“Pak,”demikian kata Ali Moertopo,”Bapak tidak bisa menerima usulan Badan Pekerja karena semuanya dibuat oleh Nasution dan oknum ABRI berhaluan kanan. Bapak tidak bisa menerima ini karena dalam konsep-konsep tersebut diselipkan perumusan penerapan syariah Islam.” Ali mengutip contoh pasal mengenai hak asasi manusia yang melarang orang beralih agama. Jika ini dimasukkan ke dalam GBHN, berarti UUD kita berlawanan dengan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang salah satu pasalnya menjamin kebebasan untuk beralih agama.” (lihat halaman 113).* []
Nuim Hidayat, Anggota MIUMI dan MUI Depok.