SUARA PEMBACA

Kampanye di Tengah Wabah Corona, Pantaskah?

Di tengah wabah pandemi Covid-19 ternyata masih ada oknum partai politik yang memanfaatkan situasi sebagai ajang kampanye. Tidak melihat situasi dan kondisi kampanye tetap dijalankan.

Sangat tidak etis rasanya ketika negeri ini tengah menghadapi wabah corona yang menelan banyak korban jiwa malah dimanfaatkan sebagai ajang kampanye. Banyak di antara masyarakat yang terkena PHK, terusir dari kontrakannya sehingga tidak memiliki tempat tinggal, di antara mereka ada juga yang tidak makan sampai berhari-hari bahkan ditemukan sudah meninggal dunia.

Sungguh memprihatinkan kondisi sosial ekonomi saat ini yang ambruk terpuruk akibat wabah Covid-19 ini. Tindakan oknum partai politik yang memanfaatkan keadaan sulit semacam ini sebagai ajang kampanye itu melukai hati rakyat. Bagaimana tidak, rakyat saat ini membutuhkan bantuan dari pemerintah yang memang sudah menjadi tanggung jawab pemerintah, bukan foto manis anda wahai para pejabat negeri.

Ketua Komisi IX DPR RI Felly Estelita Runtuwene mengatakan, “Bansos senilai miliaran rupiah saat pandemi virus corona (Covid-19) digunakan kepala daerah untuk kampanye jelang pilkada”. Dalam paket bantuan sosial (bansos) penanganan Covid-19 ditemukan logo partai serta foto politikus PDIP Sri Mulyani, ini menunjukan adanya indikasi kampanye terselubung dibalik paket bansos. (cnnindonesia, 05/05/2020)

Setiap musim pemilu kepala daerah sering ditemukan foto-foto calon kepala daerah bertebaran mulai dari baliho, pamflet, pada kemasan sembako dan lain-lainnya ini sudah menjadi pemandangan yang tidak asing lagi. Tujuannya adalah tidak lain untuk menarik simpati rakyat, agar dirinya dapat menduduki kursi empuk kekuasaan.

Namun, memanfaatkan keadaan ini tidaklah elok rasanya berkampanye disaat masyarakat menghadapi musibah wabah Covid-19, dimana etika calon pemimpin semacam ini? Dia malah memanfaatkan situasi ini untuk kelangsungan kekuasaannya dimasa yang akan datang supaya dianggap baik dimata rakyat, pencitraan!

Begitu ambisiusnya para calon pejabat negeri untuk mendapatkan kekuasaan. Segala cara dilakukan agar mereka mendapatkan kursi empuk kekuasaan yang diimpikan. Tidak peduli dengan rakyat yang telah memilihnya untuk mendapatkan kekuasaan tersebut.

Begitulah karakter pemimpin dalam sistem demokrasi kapitalis, berebut kekuasaan demi kepentingan. Sangat jauh berbeda dengan karakter pemimpin dalam Islam, yang benar-benar mengurusi rakyatnya. Karena kesadaran bahwa pertanggungjawabannya di hadapan Allah SWT sangatlah berat. Dia menjalankan tugas kepemimpinannya atas dasar keimanannya kepada Allah SWT, seorang pemimpin yang beriman kepada Allah dan Rasul tidak akan berani menipu rakyatnya.

Tidaklah seorang hamba yang ditetapkan oleh Allah untuk mengurus rakyat, lalu mati dalam keadaan menipu mereka, kecuali Allah akan mengharamkan dirinya masuk ke dalam surga. (HR al-Bukhari dan Muslim dari Ma’qil bin Yasar ra.)

Sri Hartati, S.Pd
(Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban)

Artikel Terkait

Back to top button