Kapan dan Bagaimana Menunaikan Shalat Qadha dan I’adah?
Utang shalat fardhu tak bisa digantikan dengan ibadah lain seperti zikir, infak, sedekah, menunaikan shalat sunnah dan sebagainya. Ibarat seseorang yang mempunyai utang uang pada orang lain, tetap lah terhitung utang sampai dirinya membayar utang uang tersebut. Utang tersebut tak bisa dianggap lunas dengan digantikan ibadah lain.
I’adah shalat adalah mengulang kembali shalat yang ditunaikan sebelumnya. Hukumnya ada yang wajib dan sunnah. Shalat i’adah hukumnya wajib jika shalat fardhu yang ditunaikan sebelumnya belum memenuhi syarat-syarat sah shalat. Misal dalam shalat sebelumnya anggota badan tak suci dari hadats dan najis serta tak mendapatkan air atau debu untuk bersuci; tak bisa berdiri seperti dalam perjalanan di bis atau pesawat; tak menghadap arah kiblat dalam perjalanan; tak mengetahui kepastian waktu shalat. Yang harus dilakukan tetap menunaikan shalat fardhu untuk menghormati waktu shalat (shalat lihurmatil waqti). Lalu mengulangnya kembali di lain waktu dengan memenuhi syarat-syarat sah shalat.
Shalat i’adah hukumnya sunnah jika shalat fardhu yang diulang lebih afdhal dibanding sebelumnya. Misal shalat fardhu sebelumnya munfarid di masjid kemudian ada orang baru datang. Biar dapat pahala lebih, disunnahkan untuk shalat berjama’ah dengan orang yang baru datang. Kondisi yang sama dengan suami sudah shalat berjama’ah di masjid, pulang ke rumah mendapati istri belum shalat. Untuk mendapatkan pahala sedekah, disunnahkan suami untuk shalat berjama’ah kembali bersama istri di rumah.
Cara Shalat Qadha dan I’adah
Perbedaan cara mengerjakan shalat qadha dan i’adah dengan shalat pada waktunya (adaan) hanya niat dan waktu shalat. Dalam niat harus menyatakan kata qadha atau i’adah shalat. Karena niat inilah yang menentukan nilai amalan shalat di sisi Allah.
Untuk shalat qadha dan shalat i’adah yang hukumnya wajib, boleh dikerjakan sembarang waktu. Tak harus sama dengan waktu shalat fardhu umumnya. Misal ingin mengqadha shalat dzhuhur yang terlewat, dapat dilakukan saat waktu dhuha atau waktu malam dan sebagainya. Ingin mengulang shalat dzhuhur dan ashar di perjalanan sebelumnya karena tak menghadap kiblat, dapat dilakukan waktu malam setelah sampai rumah. Untuk shalat i’adah yang hukumnya sunnah dikerjakan sesuai dengan waktu shalat fardhu umumnya.
Yang harus diperhatikan dalam mengqadha shalat, dipastikan terlebih dahulu jumlah shalat fardhu yang ditinggalkan. Sehingga mengqadha shalat bertarget waktu sebagai bentuk pertanggungjawaban diri dan tobat. Misalnya sejak baligh berusia 14 tahun sampai usia 40 tahun tak pernah menunaikan shalat lima waktu secara lengkap. Rata-rata dalam sehari hanya shalat dua waktu. Sehingga selama 26 tahun sudah meninggalkan shalat sebanyak 26 x 3 x 365 hari. Shalat tersebut diqadha dengan dicicil sesuai kemampuan seraya menyesal atas kelalaian yang dilakukan. Wallahu a’lam bish-shawab.
Desti Ritdamaya, Praktisi Pendidikan.