Kapankah Duka Muslim Uighur Berakhir?
Isu Uighur kembali mencuat di dunia Internasional. Dikutip dalam merdeka.com (24/10/2010) telah berlangsung Sidang Komite III Majelis Umum PBB Ke-76 di New York, 21 Oktober 2021 yang membicarakan tentang kasus Uighur dan menghasilkan dua Join Statement (JS) oleh sekelompok negara.
Ada Prancis yang mewakili 43 negara dari Eropa dan Amerika Utara yang mengecam China atas perlakuannya pada muslim Uighur. Sedangkan Kuba yang mewakili 62 negara yang mayoritas negeri muslim (di antaranya Kuwait, Arab Saudi, Rusia, Maladewa, Maroko, Ghana, dan Pakistan) mendukung Republik Rakyat China, menolak tuduhan pada China dan menganggap masalah ini hanya motivasi politik dan disinformasi.
Anehnya Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim mengambil jalan lain. Tidak mendukung dan menolak. Bukankah ini penghianatan negeri muslim?
Sungguh, tak bisa dilupakan dalam benak, bagaimana kesaksian para tahanan yang berhasil keluar dalam kamp konsentrasi yang kerap mengalami pelecehan, penyiksaan hingga sterilisasi. Dan sangat jelas kebiadaban pemerintah China terhadap satu juta warga etnis minoritas muslim Uigur yang berada di “kamp pendidikan ulang” atau pusat pelatihan kejurusan sejak 2017.
Mengapa bisa negeri muslim tak membela saudaranya? Bukankah saudara muslim bagaikan satu tubuh? Begitu lemahkan kekuatan kaum muslim? Lalu mengapa Amerika justru membela muslim Uighur?
Jika kita meneliti lebih dalam, kekuatan ekonomi Chinalah yang menjadi faktor penentu arah kebijakan politik di negeri muslim. Hingga demi materi dan kekayaan mampu menghalangi upaya pembelaan pada saudaranya sendiri.
Dilansir dalam Tempo.co (31/10/2018), China yang menjadi penyumbang terbesar pada pembangunan ekonomi di negeri-negeri muslim. Pada tahun 2005-2018 saja mencapai AU$144,8 miliar investasi China di negara Timur Tengah dan Afrika Utara atas Industri minyak dan gas. Tak terkecuali Indonesia dan Malaysia yang jumlahnya mencapai AU$121,6 miliar. Bahkan China menjanjikan investasi berkelanjutan di seluruh Asia, Afrika, dan Timur Tengah.
Inilah sikap yang lahir dari cara pandang sekuler kapitalis, serta belenggu slogan internasional ‘non intervensi’ dan jeratan investasi asing yang menjerat negeri muslim.
Sedang Amerika yang membela bukan karena cinta pada muslim Uighur, tapi lebih pada menjaga hegemoni Amerika atas dunia dan menghadang kebangkitan China. Amerika akan melakukan segala cara agar emerging power China tak mampu mengalahkan kekuatan Amerika sebagai negara pertama hari ini. Buktinya meski membela muslim Uighur, AS sendiri masih membantu Israel membombardir Palestina, begitu pula perlakuan terhadap muslim di Irak dan Afganistan yang disiksa di penjara Guantanamo atas alasan terorisme.
Sungguh, lagi-lagi negeri muslim menjadi santapan empuk ideologi lain disegala bidang, utamanya politik dan ekonomi. Ini terjadi semenjak ideologi Islam tak lagi menjadi perisai umat muslim. Padahal jelas dalam syariat, perintah kewajiban membela kaum muslim dan haram untuk diam.