Kasus HIV/AIDS Meningkat, Buah Sekulerisme?
Sulusi dari permasalahan ini tentunya harus mengakar, dengan kata lain tidak hanya menyelesaikan masalah di permukaan saja.
Kesadaran internal dari pengidap kelainan ini untuk normal kembali sangatlah menentukan.
Kesadaran ini tentunya butuh lingkungan keluarga ataupun masyarakat dan negara yang peduli akan hal ini.
Lingkungan keluarga yang memberikan dukungan penuh bagi penderitanya untuk berubah, lingkungan masyarakat yang juga memberi kontrol positif dalam rangka tidak merebaknya komunitas ini dan juga negara yang merangkul masyarakat dengan program-program yang mengedukasi yang menggambarkan dampak buruk dari penyimpanan ini sekaligus sanksi-sanksi yang nyata bagi penderita homoseks yang bersikukuh dengan pola penyimpangan yang dia lakukan.
Solusi di atas tentunya tidak bisa dilakukan secara parsial saja, karena HIV/AIDS juga diakibatkan oleh para pemakai narkoba.
Sejatinya, kemaksiatan-kemaksiatan yang dilakukan oleh individu masyarakat pastilah mengakibatkan dampak buruk bagi lingkungan, baik di masyarakat ataupun bagi negara.
Untuk memutus rantai kemaksiatan dan dampak yang ditimbulkannya tidak bisa hanya dengan ketakwaan secara individu saja tapi juga ketakwaan bermasyarakat dan bernegara.
Dan hal itu mustahil jika aturan yang diterapkan itu adalah aturan yang berlandaskan paham sekularisme, aturan yang mengenyampingkan aturan Allah sebagai pedoman hidup.
Adapun Aturan yang dapat menyelesaikan dan menyelamatkan manusia dari kerusakan norma seperti kasus LGBT adalah aturan Islam yang paripurna yang menjadikan Sang Pencipta sebagai pengatur dalam kehidupan manusia, dan bukan aturan yang dibuat manusia yang berlandaskan kepentingan dan hawa nafsu belaka. Wallahu a’lam.
Diana Nofalia, S.P., Penulis, tinggal di Tembilahan, Riau.