Kebangkitan Umat, Mungkinkah Melalui Partai Politik?
Abad ke 15 Hijriah dicanangkan sebagai abad kebangkitan Umat Islam, memasuki Tahun Baru Hijriyah tahun 1442 H, di usianya yang ke-42, ada secercah harapan dalam bentuk pertanyaan, “Mungkinkah Kebangkitan Umat Melalui Partai Politik?
Partai Politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap pemerintahan bagi pimpinan partainya dan berdasarkan penguasaan ini memberikan kepada anggota partainya manfaat yang bersifat idiil maupun materiil (Carl J.Friedrich/Miriam Budiardjo)
Dalam sistem demokrasi, partai politik adalah alat vital untuk mencapai puncak kekuasaan. Jika berambisi meraihnya, maka menjadi anggota partai mutlak dituntut dengan segala konsekwensi loyalitas, dedikasi dan pengabdian tulus kepada partai. Kecuali jika anda seorang kapitalis sejati atau setidak-tidaknya menjadi agen setia kapitalis, maka partai politik tidak terlalu penting asalkan bersedia membayar mahal kendaraan politik yang akan ditumpangi. Kalau sekedar merebut orang nomor satu di tingkat propinsi, kabupaten dan kota, untuk kondisi sekarang, peluang itu masih mungkin tanpa perlu kendaraan partai, asalkan siap tempur dan berkantong tebal.
Rakyat awam sebagai pendukung partai, tak perlu susah payah dididik menjadi orang pintar, berpendidikan tinggi, melek politik, dan berkecukupan. Apalagi belakangan ini terkesan ada upaya pembodohan terhadap umat, baik melalui lembaga-lembaga pendidikan maupun media komunikasi berupa pencegahan dan pembatasan mengakses informasi secara bebas.
Juga terkesan adanya pemiskinan secara sistemik melalui berbagai cara seperti PHK buruh tanpa menyediakan lapangan kerja baru, pasar-pasar tradisional dibiarkan hidup enggan mati tak mau sementara di sana sini berdiri megah mall, super, mini midi, indo, alfa, dll serta penguasaan asset-asset berskala besar oleh segelintir konglomerat. Pada gilirannya, saat berlangsung pesta demokrasi, doktrin-doktrin agama yang disampaikan di majelis-majelis ilmu tentang petunjuk memilih pemimpin, untuk sementara disenyapkan demi memenuhi syahwat perut dan turunannya.
Pemilihan Umum adalah salah satu ciri demokrasi, semakin banyak kontestan peserta pemilu dari kalangan partai politik pertanda hidupnya demokrasi. Kehadiran sebuah partai oposisi juga diperlukan untuk lebih menaikkan tensi dan suhu politik. Pemilu harus dibuat selalu seru dan menegangkan, sehingga benar-benar terasa oleh rakyat kecil semaraknya pesta demokrasi, maka media massa menjadi salah satu andalan alat propaganda.
Sekalipun demikian demokrasi tidak boleh memberi celah dan ruang gerak bebas bagi partai Islam Ideologis. W.K.Smith ahli tentang Urusan Dalam Negri Pakistan mengatakan : “Jika kaum muslimin diberi kebebasan hidup di dunia Islam dibawah naungan sistem demokrasi murni, maka Islam akan bangkit di negeri ini (Pakistan). Karena itu diktator adalah satu-satunya sistem yang dapat membendung kebangkitan Islam”.
“Pemred Majalah Time London, dalam advisnya kepada Pemerintah Amerika, agar tidak memberi peluang bagi berkembangnya demokrasi murni di negri-negri Islam. Politik luar negri Amerika Serikat di negri-negri Islam adalah sebagai polisi demokrasi, menjaga dan melindungi demokrasi agar tidak diterapkan secara murni. Diktator militer adalah salah satu upaya untuk membendung laju kebangkitan Islam”, tulis Said Hawwa dalam bukunya Jundullah, mengutip dari Kitab “Lu’batul Umam” (Boneka Mainan Bangsa-Bangsa).
Pertanyaannya adalah, mungkinkah kebangkitan Umat Islam di negeri ini melalui Partai Politik ?.
Dengan mudah, banyak jari telunjuk diarahkan kepada Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) pimpinan Rajab Thayeb Erdogan Presiden Turki. Karir politik Erdogan dimulai tahun 1973 setelah bergabung dalam Partai Salamah Nasional pimpinan Prof.Dr. Najmuddin Erbakan.
Perjuangan politik Erbakan dimulai dengan terpilihnya sebagai anggota parlemen Turki melalui calon independen pada pemilu tahun 1969. Ia didukung oleh sepuluh ribu pemuda muslim alumni diberbagai Perguruan Tinggi Islam Timur Tengah. Dua tahun menjadi anggota parlemen Turki, tepatnya pada 26 Januari 1971 Erbakan mendeklarasikan berdirinya Partai Nasional (Hizb Nizam Wathani) bersama para tokoh Islam. (lihat al-Mausuu’at al-Muyassarah)
Sebelum terjun ke dunia politik, sarjana lulusan Jerman dengan gelar Doktor di bidang Mesin dan Thermodinamik ini, tidak asing di kalangan kampus Perguruan Tinggi, karena banyak tulisannya tentang mesin dan peralatan berat, serta industri dan pembangunan.
Erbakan sebelumnya juga menduduki jabatan penting di beberapa Perguruan Tinggi, dan terakhir sebagai anggota asosiasi Kamar Dagang dan Industri Turki.
Partainya yang baru berusia satu tahun empat bulan dibubarkan paksa oleh Rezim Pemerintahan Sekuler karena tercium gerakan berbau agama (Islam).