Kekuasaan untuk Harapan Palsu (KUHP)
Sejak saat itu, Jokowi sesungguhnya sudah tak sadarkan diri bahwa kekuasaannya sesungguhnya sudah tercerabut dan pindah tangan ke oligarki.
Dalam tradisi kinerja oligarki itu tanggung jawabnya semakin besar hanya untuk kepentingan segelintir orang, bukan bertanggung jawab kepada rakyat yang kebih besar yang bagi mereka sangat “ber kebanyakan” itu akan “menjijikkannya”.
Ternyata akibatnya Jokowi yang sudah terperangkap dan terjerat kepentingan oligarki itu,sudah tidak bekerja lagi untuk rakyat.
Tetapi, bekerja hanya untuk segelintir orang, mungkin jumlahnya tidak sampai 1000 orang. Merekalah, yang tergabung dalam oligarki, para elit yang berjiwa oligarkisme yang tengah memimpin di kabinet dan lembaga-lembaga tinggi serta lembaga komisi-komisi negara.
Mereka bekerja bersama serempak tengah menikmati jaring-berjaring keharuman —dari keharaman rasuah dosa kapsul kenikmatan hedonisme yang ditelannya akibat korupsi, kolusi dan nepotisme atas materialisme duniawi kapitalisme ekonomi.
Lembaga-lembaga tinggi peradilan yang sudah berubah menjadi mafia peradilan (MA, MK, Kejagung dan Kepolisian), sudah berubah moto kinerjanya. Dari mengayomi rakyat dengan neraca keadilan berubah menjadi “Kasih Uang Habis Perkara”.
Atau lembaga-lembaga tinggi yang mewakili aspirasi rakyat (DPR dan MPR), berubah menjadi “Kursi untuk Hedonisme Partai”. Apalagi Polri dan TNI, fungsionalisasi perannya tak lebih hanya “Kepangkatan untuk Herderisasi Pemerintah”.
Maka dari itu, lembaga Presiden pun dijuluki pesan yang tak amanah dari rakyatnya yang telah ditinggalkan jauh di pinggiran dan di kubangan periuk dan perahu “Kekuasaan untuk Harapan Palsu”.
Lantas, situasi kenegaraan ke-Indonesia-an tengah begini, ketika ada masa kalibrasi melalui demokrasi sesuai konstitusi Jokowi harus berhenti Presiden melalui Pilpres 2024 eeeh.. memaksa tak mau digantikan.
Banyak cara dan begundalnya meng “ngapusi” lagi dan lagi rakyat. Dibuatlah keinginan tiga periode itu dari jejaring aspirasi rakyat yang sesungguhnya berkepuraan dari, oleh dan untuk rakyat. Rakyat geniun yang mana?
Yang ada itu rakyat jadi-jadian yang lagi-lagi menjadi tradisi bayaran setipis amplop putih yang ujug-ujug berwujud Musra, Projo dan terbaru komunitas relawan politik Nusantara Bersatu yang bereforia yang telah menghabiskan ratusan milyar di GBK.