RESONANSI

Kekuasaan untuk Harapan Palsu (KUHP)

Kekuasaan yang selalu berada di atas —sebagai rezim penguasa Jokowi, sesungguhnya itu untuk jalan dan cara mengalirkan keadilan dan mengucurkan kesejahteraan rakyatnya yang berada di bawahnya.

Siapapun dan apapun itu dari sejarah zaman raja-raja, Khalifah-Khalifah, hingga diciptakan sistem demokrasi ala pengetahuan politik modernisasi untuk mencetak “rezim penguasa” calon pemimpin rakyatnya itu.

Bukan seperti kekuasaan ala Jokowi yang bersama Mak Banteng Moncong Putih di PDIP berkolaborasi sebagai alat dan tujuan memalsukan “keadilan” dan “kesejahteraan” itu.

Pada awalnya hanya propaganda di labirin politik untuk mengangkat citra “Wong Cilik” dari kubangan penderitaan dan kemiskinan rakyatnya itu.

Itulah kinerja kekuasaan Jokowi yang dilumuri penuh rasuah narasi propaganda dan kampanye kebohongan: menjadikan hanya sekedar “harapan” dan “impian” itu pun menjadi mati. Karena impian dan cita-cita itu sesungguhnya, zonk. Tak ada.

Harapan kepalsuan, lahir dari kebohongan dan penipuan politik yang ada digenggamnya. “Kesederhanaan” Jokowi selalu masih menjadi “tipa tipu tipi” daya: ada banyak kebohongan dan kepalsuan di balik baju putih yang dilipat lengannya hanyalah halusinasi, tidak sebenarnya.

Padahal, yang tampak dilihat rakyat, adalah gaya lipat atau tolak tangan di pinggangnya. Lidah yang menjulur panjang dikarenakan terbiasa berbohong atau hidungnya yang semakin panjang bak diilustrasikan Pinokio yang suka juga berbohong.

Sama saja yang dinarasikan olehnya dengan orang yang dahinya berkerut dan rambutnya putih beruban, sesungguhnya tak nyambung dengan apapun. Apalagi, dengan motif dan karakter kepemimpinan. Itulah kenapa oleh kaum intelektual muda dunia kampus menjulukinya The King of Lie , Raja Kebohongan!

Wajah sederhana, tabiat dan perilaku terangkat dari “Wong Cilik”, atau dari rakyat kebanyakan tapi buat apa kalau itu terkalahkan oleh keserakahan dan kerakusan kekuasaan itu yang sudah tahu penuh godaan besar dan intrik politik yang licik?

Jokowi sudah lupa diri siapa dan dari mana asalnya. Ketika kegelimangan kekuasaan politik telah menjadi rasuah kelimpahan kekuasaan ekonomi hedonisme materialisme.

Mungkin harta dalam diri disembunyikan. Tetapi, tidak dengan salah satu putra bungsunya. Delapan tahun ayahnya berkuasa sudah berkembang 60 perusahaan dimilikinya.

1 2 3 4Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button