SAKINAH

Keluarga Palsu

Jepang yang kita kenal sebagai negara modern, dengan berbagai kemajuan teknologinya ternyata tidak berbanding lurus dengan kondisi masyarakat. Rapuhnya ikatan keluarga dan pengaturan pergaulan yang tidak jelas, membuat mereka rela membayar dalam jumlah besar demi mengisi kekosongan peran keluarga.

Family Romance, adalah sebuah perusahaan yang menyewakan ‘keluarga dan teman’. Berdiri sejak 10 tahun yang lalu, kini karyawannya berjumlah 2200 orang. Ada yang berpura-pura menjadi ayah, ibu, sepupu, paman, kakek-nenek, dan kerabat lainnya. Yuichi Ishii adalah pendirinya. Popularitas perusahaan ini dan pemiliknya terus berkembang. (Bbc.com, 1/6/2019)

Pelanggan Ishii punya berbagai kebutuhan. Ada pasangan muda mudi yang tidak bisa memperkenalkan orangtua aslinya, maka mereka menyewa orangtua. Perusahaan akan memberikan profil dengan tinggi badan, warna rambut dan usia yang sesuai. Ada pula yang menyewa seorang teman, untuk menemani belanja, ngobrol atau jalan-jalan.

Orang tua yang menyewa anak laki-laki, anak perempuan dan cucu, juga ada. Untuk merasakan pengalaman yang pernah mereka miliki atau bahkan tidak pernah mereka miliki. Akan tetapi, secara keseluruhan, peran ayah adalah yang paling banyak diminati. Sebab di Jepang, terjadi 200.000 perceraian setiap tahunnya.

Klien membayar 20.000 yen (sekitar Rp2,6 juta) untuk ditemani selama empat jam, plus ongkos transportasi dan makanan. Kontak fisik sangat dibatasi, mereka tidak bisa berciuman atau berhubungan seks, hanya boleh berpegangan tangan.

Krisis keimanan terjadi pada masyarakat Jepang. Tatanan keluarga yang utuh dan rapi menjadi sebuah kebutuhan yang krusial. Ketika keberadaan peran tertentu, diisi oleh peran sewaan, mereka merasa persoalan telah selesai. Membohongi diri sendiri dan orang lain, menjadi perkara akhir dalam skala prioritas perbuatan. Solusi ala sekularisme, selalu berujung pada persoalan baru.

Ishii mengatakan, “Akan lebih baik jika masyarakat tidak membutuhkan layanan semacam ini, tetapi kenyataannya tidak seperti itu.” Ia percaya usahanya dibutuhkan, tapi ia merasa kesulitan berhadapan dengan sanksi moral. Sulit baginya menyimpan kebohongan. Terutama pada 35 anak menganggapnya sebagai ayah kandung mereka, 25 keluarga dan ia menjaga 69 hubungan palsu sebagai teman atau saudara.

Sungguh berbeda dalam Islam. Keluarga dibentuk atas dasar takwa. Masing-masing anggota keluarga mengetahui perannya dengan baik. Hingga kemudian merawat hubungan interpersonal mereka, karena iman kepada Allah. Cinta kasih terjaga, terbentuk keharmonisan. Masing-masing menjalani tugas dan tanggung jawab yang dibebankan Allah.

Saling menghargai, menjaga hak dan kewajiban atas dasar takwa, menghasilkan pribadi yang berkualitas tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa kaum muslim jauh lebih mulia dibandingkan kaum yang lain. Keterikatan dengan hukum syara’, tunduk dan patuhnya seseorang pada Allah, melahirkan umat yang beradab.

Hubungan dalam keluarga, tidak berdiri sendiri. Juga tidak dibiarkan tanpa aturan. Islam melengkapinya dan mengaturnya dalam sistem pergaulan. Ada sopan santun dalam bakti terhadap orangtua, atau birrul walidaiyn. Aturan berpakaian juga membedakan interaksi antara keluarga dengan bukan mahrom. Belum lagi perkara lain seperti aturan berdua-duaan atau kholwat dan bercampur atau ikhtilat.

1 2Laman berikutnya
Back to top button