Kemenangan Hakiki, Ketika Mudik dalam Dekapan Sang Khaliq
Sejatinya manusia terikat oleh suatu perjanjian antara manusia dengan Allah AwJ. Sebut saja perjanjian primordial. Perjanjian yang terjadi sebelum lahir yang digambarkan dalam Qur’an Suci.
”Ingatlah, ketika Tuhanmu mengeluarkan dari sulbi (tulang belakang) manusia keturunan mereka seraya berfirman, “Bukankah aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul, Engkau Tuban kami, sungguh kami bersaksi”. Kami melakukan itu, agar pada Hari Kiamat kamu tidak mengatakan, “Sesungguhnya, ketika itu kami lengah terhadap Perjanjian ini”. (QS IX, al-A’raf [7]. 172).
Suatu gambaran dalam Qur’an mengenai keadaan sebelum manusia lahir. Manusia pernah dipanggil oleh Allah AwJ dalam suatu Alam, ketika masih wujud Ruhani yang disebut Alam Ruh. Dan, Allah AwJ minta persaksian mereka.
Karena perjanjian tersebut terjadi di Alam Ruh, maka tidak menjadi kesadaran hidup manusia saat ini yang sudah berada di alam jasmani yang disebut Alam Dunia. Tetapi perjanjian di Alam Ruh itu mempengaruhi hidup manusia serta menentukan rasa bahagia dan sengsara, dalam arti yang paling hakiki. Maka begitu lahir di dunia, manusia terikat oleh perjanjian ini. Ia kemudian tumbuh dalam dirinya sebagai dorongan ruhani untuk kembali kepada Allah AwJ memenuhi janji itu.
Semua orang tentu ingin kembali kepada Tuhan sebagai asal hidupnya. Karena hidup itu sendiri adalah Perjalanan ingin kembali. Kembali kepada Asal. Atau seperti mengembara yang suatu saat ingin Mudik ke kampung halaman. Hidup ini dapat diumpamakan seperti Anak Kecil yang menangis, lalu dilihat ibunya, dan didekap oleh Sang Ibu, maka ia akan terdiam dan merasa nyaman. Ia kembali ke pangkuan Ibunya. Manusia yang berada di Jalan yang Lurus, tahu jalan Pulang ke Kampung Halaman nenek moyangnya Adam dan Hawwa di Jannatun Na’im. Untuk itu ia menyiapkan Ibadah dan Amal Saleh yang sebaik-baiknya sebagai bekal untuk dipersembahkan kehadhirat Ilahi Rabbi.
Pulang itu adalah gejala psikologis, bukan gejala fisik. Seseorang yang tidak berhasil Pulang, disebut Tersesat. Ketersesatannya itu tidak bisa ditebus. Meskipun ia ditampung di rumah yang lebih mewah dari rumahnya sendiri, ia akan tetap ingin Pulang. Nabi SaW menyebut Baiti Jannati, Rumahku Sorgaku. Ada pepatah dalam bahasa Inggris, home sweet home, kediaman adalah rumah yang paling nyaman.
Rumah selain mempunyai bentuk fisik, berupa pintu, dinding dan atap, juga mempunyai makna psikologis yang dalam bahasa Inggeris disebut Home, bukan House. Oleh karenanya, tidak ada perkataan Go House, tetapi Go Home, artinya Pulang.
Sebagai gejala psikologis, Pulang adalah suatu pemenuhan hasrat untuk kembali ke Asal. Hal ini menimbulkan suatu ketenteraman dan kebahagiaan. Setiap orang ingin kembali ke kampung halaman, kembali ke keluarga. Bahkan siapa saja yang pergi ke luar negeri, hatta ke Tanah Suci Mekkah sekalipun, selalu saja ada keinginan lekas Pulang ke Tanah Air sebagai negeri Asal.
Kembalilah kepada Tuhanmu (079.028)
Semua proses kembali ini, yang paling hakiki, ialah Kembali kepada Allah AwJ. Dimensinya spiritual. Anak kecil yang berhenti menangis karena berhasil didekap ibunya, lebih merupakan gejala psikologis semata. Akan tetapi, kalau kita berhasil kembali ke hadhirat Allah AwJ Yang Maha Pengasih Maha Penyayang, Mudik dalam dekapan Sang Khaliq itu adalah pengalaman ruhani yang jauh lebih dalam, paling hakiki. Qur’an Suci menyebut, orang yang selalu ingat kepada Allah, hatinya akan tenteram. “Ketahuilah! Sesungguhnya dengan mengingat Allah semua hati akan menjadi Terteram.” (QS XIII, ar-Ra’d [13]. 28).