Kemukjizatan Al-Qur’an
Ayat-ayat yang mengandung cerita-cerita orang-orang terdahulu dan informasi (khabar) tentang kejadian yang akan datang, serta sebagian aturan-aturan yang terkait dengan ilmu pengetahuan alam hanyalah sebagian saja dari Al-Qur’an. Berdasarkan akal mereka, perkara-perkara itu dianggap sebagai mukjizat. Sedangkan, ayat-ayat dan surat-surat yang lain tidak mengandung kemukjizatan ini. Padahal keseluruhan isi yang terdapat dalam Al-Qur’an adalah mukjizat. Allah telah menantang orang-orang Arab untuk mendatangkan surat yang semisal dengan apa yang ada dalam Al-Qur’an, semisal surat al ikhlaash, al-Falaq dan al-Naas. Sedangkan ketiga surat ini sama sekali tidak mengandung persoalan-persoalan yang mereka anggap sebagai mukjizat.
Perkara-perkara yang mereka anggap sebagai mukjizat tersebut hanya dalil atas ilmu Allah yang meliputi segala sesuatu. Sehingga bukan termasuk ke dalam salah satu di antara sisi kemukjizatan Al-Qur’an.
Adapun kemukjizatan Al-Qur’an yang sebenarnya tercermin di dalam gaya bahasanya yang mengandung makna-makna. Kemukjizatan Al-Qur’an terletak pada bayan (penjelasannya) dan nazham-nya (harmonisasi)-nya. Bangsa Arab fush-haa (yang masih fasih berbahasa Arab) telah menyadari kemukjizatan ini. Bahkan salah seorang musuh dakwah, yakni al-Walid bin al-Mughirah, telah mengakui kemukjizatan ini dengan mengatakan, “Sesungguhnya saya telah mengenal seluruh sya’ir, Rajaznya, lagunya, syairnya, sempitnya, dan keluasannya. Sungguh, Al-Qur’an bukanlah syair”. Kemudian ia melanjutkan, “Sesungguhnya saya telah melihat tukang sihir dan berbagai bentuk sihir mereka. Tapi Al-Qur’an bukanlah seperti mantera tukang sihir, dan juga bukan sihir mereka …, demi Allah, sesungguhnya perkataan Muhammad sangatlah manis. Pokoknya, penuh dengan kesejukan, sedangkan cabangnya penuh dengan bebuahan”.
Al-Khaththaabi pernah berkomentar tentang Al-Qur’an, “Al-Qur’an menjadi mukjizat karena, Al-Qur’an hadir dengan lafazhnya yang paling fasih, dalam bentuk susunan ‘sya’ir’ yang terindah; Sehingga melahirkan makna-makna fasih berupa pengesaan terhadap Allah, pensucian sifat-sifat-Nya, seruan untuk mentaati-Nya, penjelasan tentang tata cara penghambaan kepada-Nya dalam hal-hal kehalalan dan keharaman, larangan dan kebolehan, nasihat dan petunjuk, memerintahkan kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, serta petunjuk menuju akhlaq yang terpuji. Dan tidak ada satupun yang bisa menyamainya. Semuanya ditempatkan pada proporsinya, sehingga tidak ada yang lebih baik dari Al-Qur’an. Di dalamnya juga termaktub cerita masa lampau serta hukuman pembalasan dari Allah terhadap orang-orang yang durhaka dan membangkang. Di dalamnya terkandung hujjah dan kritik (muhtajj), dalil-dalil dan madlul ‘alaihi (yang ditunjukkan oleh dalil).”
Telah diketahui, bahwa kehadiran Al-Qur’an dalam bentuk seperti itu –dengan gaya bahasa semacam itu-, terhimpunnya hal-hal yang awalnya tercerai berai hingga akhirnya tersusun sistematis dan harmonis, merupakan perkara yang bisa mematahkan (mu’jiz) ‘kekuatan’ manusia. [Abu Salman Al Khaththabi, dalam kitabnya Bayaanu I’jaaz il Qur’an].
Sisi-sisi kemukjizatan Al-Qur’an hanya terbatas pada gaya bahasa (usluub) Al-Qur’an, yakni unsur-unsur penyusun gaya bahasanya:
Pertama: Pada lafazh (al al-faazh) dan susunannya (at taraakiib). Al-Qur’an hadir dengan gaya bahasa tersendiri. Tidak seorang Arab yang fasih pun, mampu membuat yang semisal dengannya. Sebagian diantara telah berusaha mencoba untuk mendatangkan yang semisal dengannya, namun mereka tidak sanggup.
Kedua: Pada hal irama (nazham). Susunan huruf-huruf dan kata-kata pada ayat-ayat Al-Qur’an datang dengan irama khas yang tidak terdapat pada ucapan manusia, baik di dalam syair maupun prosa. Misalnya, ketika Anda mendengar firman Allah SWT:
فَلَآ اُقْسِمُ بِالْخُنَّسِۙ الْجَوَارِ الْكُنَّسِۙ وَالَّيْلِ اِذَا عَسْعَسَۙ وَالصُّبْحِ اِذَا تَنَفَّسَۙ اِنَّهٗ لَقَوْلُ رَسُوْلٍ كَرِيْمٍۙ
Maka Aku bersumpah dengan bintang-bintang, yang beredar dan yang terlindung, demi malam apabila telah pergi, demi fajar apabila telah terang, sesungguhnya Al-Qur’an itu adalah firman Allah yang dibawa Rasul yang mulia (QS. At Takwiir [81]: 15-19), maka Anda akan rasakan desauan huruf “sin” yang berulang-ulang dan kelembutan iramanya yang terasa serasi (harmonis) dengan makna yang dikandungnya. Di situ dibicarakan ketenangan malam dan terbitnya fajar. Misalnya lagi, ketika Anda mendengar firman Allah Ta’aala yang lain: