Kenang-kenangan dari Penjara Rezim Orde Lama
Mendengar pertanyaan itu, saya mendapat kesan dan petunjuk, bahwa yang diambil/ditangkap pada malam itu bukanlah saya sendiri saja. Tentu masih ada lagi yang lain. Saya dipersilahkan masuk ke dalam satu kamar. Di dalam kamar itu didapati beberapa tempat tidur dan mempunyai kamar mandi sendiri. Di bagian depan kamar itu ada kursi (zitje). Tempat tersebut adalah kamar yang biasa dipakai oleh perwira-perwira dari luar kota apabila mereka datang bertugas ke Jakarta.
“Silahkan bapak istirahat di sini,” kata perwira yang menghantar saya ke dalam kamar itu. “Di sebelah kamar ini sudah ada bapak Subadio Sastrosatomo,” katanya lagi. Mendengar keterangan itu mulailah tergambar dalam pikiran saya sifat penangkapan itu. Saya berkata di dalam hati, ”Saudara Subadio orang PSI (Partai Sosialis Indonesia), saya orang Masyumi. Penahanan ini sudah pasti bersifat politik.”
Karena waktu Subuh sudah dekat, maka saya pun terus mandi supaya badan terasa sedikit segar. Kemudian saya sembahyang Subuh.
Setelah selesai sembahyang, saya pun pergi ke beranda depan kamar saya itu. Maksudnya untuk menghirup udara pagi. Di halaman kelihatan banyak petugas CPM sedang berdiri dan bercakap-cakap.
Di seberang kamar saya itu, kira-kira 20 meter jaraknya, ada pula serentetan kamar-kamar. Di beranda salah satu kamar itu, saya lihat sedang berdiri saudara Mohamad Roem. Tidak berapa lama muncul pula saudara Sjahrir, yang juga berdiri di beranda kamar sebelahnya. Saya mengangkat tangan ke atas sebagai isyarat memberi salam. Mereka menyambut pula dengan cara yang serupa.
Kemudian kelihatan pula saudara Prawoto Mangkusasmito muncul di beranda kamar sebelah kamar Bung Sjahrir. Juga saya mengangkatkan tangan. Walaupun kamar mereka bertiga berderet dan hanya dipisahkan oleh tembok, tetapi mereka hanya saling memandang sambil senyum. Satu-satunya isyarat yang dapat saling kami lepaskan pada waktu itu hanyalah senyum-senyum itu saja…
Yunan Nasution saat dipenjara, jabatannya adalah Sekretaris Jenderal Partai Masyumi. Ketua umumnya Prawoto Mangkusasmito. Ia ditahan empat tahun empat bulan. Dari 16 Januari 1962 sampai 17 Mei 1966.
Ketika Presiden Soekarno telah dilengserkan, ada 15 orang yang dibebaskan bersamaan saat itu, yaitu: Mohamad Roem, Anak Agung Gde Agung, Prawoto Mangkusasmito, Mochtar Gozali, KH Isa Anshory, Imron Rosjadi, Hasan Sastraatmadja, Kiai Mukti, EZ Muttaqien, Mochtar Lubis, Princen, Sultan Hamid, Subadio Sastrosatomo, Sholeh Iskandar dan M Yunan Nasution. Beberapa waktu kemudian menyusul pula dibebaskan saudara Sumarsono dan Muzani.
Adapun para tahanan yang masih tinggal, yang terdiri dari saudara Mohammad Natsir, Sjafruddin Prawiranegara, Burhanuddin Harahap, Nawawi, M Simbolon, Assaat, Nun Pantow, Ventje Sumual, Rudolf Runturambi, baru dibebaskan dua bulan kemudian, yaitu pada bulan Juli 1966.