Ketahanan Nasional: Khotbah Jumat M. Natsir di Masjid Negara Kuala Lumpur 30 Juli 1976
Akibat dari lupa nikmat, kita sudah alami pula berupa bentuk malapetaka yang lebih dahsyat lagi, yaitu yang disebut peristiwa G 30 S.
Sekali lagi kita telah diselamatkan Ilahi, dengan cara-cara yang menakjubkan dunia. Sekarang sudah berjalan sepuluh tahun. Tiba-tiba kita dihadapkan dengan peristiwa jatuhnya Indo China ke tangan komunis. Hasutan-hasutan Partai Komunis RRC kepada teman-teman seperjuangannya yang terpendam di Indonesia dan Malaysia ini untuk merebut kekuasaan.
Wajar bila timbul pertanyaan dalam hati kita: “Akan kesekian kalikah pisang berbuah?” Dan sebuah pertanyaan, bagaimana caranya pula untuk menghindarkan yang demikian.
Satu hal yang sudah terang ialah: Bahwa dari pengalaman-pengalaman kita, baik di Indonesia dan Malaysia dan terakhir di Indo China itu, dapat kita simpulkan bahwa lawan yang kita hadapi, tidak dapat dihadapi semata-mata dengan alat persenjataan fisik saja, walaupun dengan alat-alat modern dan senjata yang bagaimana sekalipun.
Lawan ini, sebenarnya pendukung dari satu ideologi, satu fikrah, untuk mana mereka rela berkorban menyabung nyawa, untuk menegakkan cita-citanya dengan segala macam makar dan muslihat.
Senjata fisik harus dilawan dengan senjata fisik. Tetapi ini belum cukup!
Senjata fikri dan rohani, harus dihadapi dengan senjata fikri dan rohani pula. Bila kedua-dua bidang ini tidak digarap bersama-sama, maka kita akan menemui kekecewaan dan kegagalan. Ini ajaran sejarah!
Sifat-sifat dari lawan kita tersebut, terlukis dalam ayat yang dikemukakan pada permulaan khutbah ini:
“Dan diantara manusia ada yang pembicaraannya tentang kehidupan dunia mengagumkan engkau (Muhammad), dan dia bersaksi kepada Allah mengenai isi hatinya, padahal dia adalah penentang yang paling keras. Dan apabila dia berpaling (dari engkau), dia berusaha untuk berbuat kerusakan di bumi, serta merusak tanaman-tanaman dan ternak, sedang Allah tidak menyukai kerusakan.” (QS Al Baqarah 204-205).
Kita menghadapi satu pertempuran di dua bidang yang berjalin. Bidang fisik dan bidang ide. Dengan lain perkataan, kita berada dalam pertempuran fikrah dan ide, dalam ‘al ghazwatul fikri’.
Saudara-saudara sekalian, Sidang Jumat yang berbahagia,
Marilah kita pikirkan sejenak, apakah pada hakikatnya sumber kekuatan bagi daya tahan masyarakat atau bangsa, yang seringkali disebut Ketahanan Nasional itu?