SUARA PEMBACA

Ketika Dubes Belajar Toleransi

Duta Besar (Dubes) Australia untuk Indonesia, Gary Francis Quinlan mengatakan Indonesia merupakan negara dengan muslim terbesar di dunia yang toleran sehingga dirinya mewakili Australia ingin belajar terhadap toleransi beragama di Indonesia. Ia melakukan kunjungan kehormatan kepada Wakil Presiden Jusuf Kalla di Kantor Wapres Jakarta, Senin 11/3/2019.

“Kita adalah negara dengan masyarakat yang beragam dan kita bangga dengan itu. Kita ingin belajar dari kalian dan bagaimana bisa mengerti sesama masyarakat,” kata Gary di sela-sela Dialog Lintas Agama Indonesia-Australia di Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu. (Antaranews, 13/3/2019).

Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Republik Indonesia menggandeng Australia dalam memperjuangkan perdamaian dunia melalui gelaran perdana Dialog Lintas Agama Indonesia-Australia. Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik Kemenlu, Cecep Herawan menyebutkan gelaran ini sebagai cara meningkatkan serta membangun hubungan baik jangka panjang antar agama dan kebudayaan demi mengatasi radikalisme.

Masih dengan asas yang sama yaitu sekularisme. Maka seperti pola sebelumnya, pengusung ide kebebasan ingin mewujudkan perdamaian dengan cara dialog lintas agama. Semua agama diposisikan sama. Kemudian mencari jalan tengah, akhirnya mengebiri syariat. Alhasil yang terjadi adalah jauh dari solusi sahih. Sebab Islam tidak memiliki posisi tawar.

Sebagai dien terbaik tidak ada yang mampu menandingi Islam, apa lagi melampauinya. Agama yang bersumber dari wahyu Allah, bukan buah pikir manusia, tentu jauh lebih unggul. Akan tetapi, musuh Islam membalikkan fakta. Mereka menyatakan bahwa munculnya kekerasan di Dunia Islam disebabkan adanya “truth claim” (klaim kebenaran) dan “fanatisme”

Tudingan ini sejatinya untuk membenarkan pandangan keliru kaum liberal. Untuk itu, menurut mereka, umat Islam harus bersikap toleran terhadap penganut keyakinan lain. Dengan cara menghapus truth claim dan fanatisme tadi. Hingga akhirnya, orang-orang yang taat syariat, dituding fanatis. Bukan suatu kebanggaan, tapi label buruk bagi umat.

Maka pengusung ide kebebasan menggiring umat agar toleran. Caranya dengan meyakini kebenaran agama lain, bahwa semua agama baik. Gary tidak sungguh-sungguh ingin belajar. Ia hanya memastikan bahwa negara dengan jumlah muslim terbanyak di dunia ini, masih taat dengan arahan sekularisme.

Konflik yang terjadi di beberapa negeri, bukan karena Islam intoleran. Justru karena penerapan ideologi kufur. Hampir di seluruh negeri umat Islam menjadi korban. Tidak hanya sulit mendapat kesejahteraan, hilang harta, kehormatan bahkan nyawa akibat menjadi bulan-bulanan musuh-musuh Islam.

Islam tidak akan pernah mengakui kebenaran agama dan keyakinan selain Islam. Seluruh keyakinan dan agama selain Islam adalah kekufuran. Demokrasi, pluralisme, sekularisme, liberalisme dan semua paham yang lahir dari paham di luar Islam adalah kufur. Siapa saja yang menyakini agama atau paham tersebut, baik sebagian maupun keseluruhan, adalah kafir.

Tidak ada toleransi dalam perkara-perkara yang telah ditetapkan oleh dalil-dalil qath’i, baik menyangkut masalah akidah maupun hukum syariah. Akan tetapi Islam membolehkan interaksi dengan non muslim pada perkara muamalat. Tidak memaksa mereka untuk masuk Islam. Dan membiarkan mereka beribadat sesuai keyakinan masing-masing.

Toleransi ala kafir adalah proyek untuk melemahkan Islam. Umat dicabut dari akarnya. Pondasi akidah yang kokoh dihancurkan dengan pemikiran kufur. Umat juga dijauhkan dari syariat. Hingga akhirnya terbiasa memilih aturan Allah yang paling mudah untuk diaplikasikan. Sekularisme merasuki kehidupan umat.

Tidak hanya itu, kegemilangan peradaban Islam pun dihapus dari benak umat. Sampai-sampai tak lagi mengenal jati dirinya. Padahal jelas terbukti selama 13 abad, Islam mampu memimpin dunia hingga seluas dua pertiga dunia. Kemajemukan bukan alasan untuk tidak diterapkannya Islam.

Ini membuktikan bahwa Islam agama toleran. Ia mampu mengakomodir semua perbedaan. Dien yang datang dari Allah, pasti memuaskan akal, menentramkan hati dan sesuai dengan fitrah manusia. Allah SWT berfirman:

Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam). Sungguh telah jelas jalan yang benar dari jalan yang sesat. Karena itu siapa saja yeng mengingkari thâghût dan mengimani Allah, sungguh ia telah berpegang pada tali yang amat kuat, yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (TQS al-Baqarah [2]: 256).

Lulu Nugroho
Muslimah Revowriter Cirebon

Artikel Terkait

Back to top button