NUIM HIDAYAT

Ketika Presiden Tidak Bisa Jadi Teladan

Mungkin hanya presiden Habibie yang bisa menjadi teladan. Supercerdas dan bisa menurunkan dolar dari Rp16.500 menjadi Rp6.550. Padahal ia hanya memerintah satu tahun lima bulan. Mayoritas umat Islam mendukung Habibie, hanya PDIP yang benci Habibie saat itu.

Presiden Soekarno? Maaf tidak bisa menjadi teladan. Bahkan kemarin di facebook saya katakan ia pemimpin zalim dan perusak nasional. Kezaliman Soekarno pertama, ia tidak membaca naskah Piagam Jakarta dalam proklamasi 17 Agustus 1945. Padahal ada kesepakatan di tim sembilan yang menggodok Piagam Jakarta yang disetujui 22 Juni 1945, bahwa nanti kalau Merdeka yang dibaca adalah naskah ini. Tapi justru ‘pagi-pagi Subuh’ 17 Agustus 1945, Soekarno mengajak Hatta menemui tokoh Jepang di Indonesia, Laksamana Meyda. Di rumah perwira Jepang inilah naskah proklamasi disusun dan nanti jam 10.00 dibacakan.

Naskah yang dibaca Soekarno itu pendek dan tidak punya filosofi sama sekali. Beda dengan naskah Piagam Jakarta yang panjang dan filosofis. Piagam Jakarta adalah pembukaan UUD ’45 dengan Pancasila sila pertama berbunyi, Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.

Kedua, Soekarno memimpin sidang pada 18 Agustus 1945. Dimana dalam sidang itu diputuskan mencoret kata Islam dalam UUD 1945. Kata Islam dalam pembukaan UUD 1945 dan kata Islam dalam pasal ‘Presiden adalah orang Indonesia asli dan Islam’. Dalam pembukaan UUD 1945 tadinya tertulis Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya diganti dengan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Mengapa Soekarno berani mengambil tindakan itu? Terlepas dari lobbi Hatta terhadap tokoh-tokoh Islam dalam masalah Piagam Jakarta, anda harus ingat perdebatan Soekarno dan Natsir tahun 1940-an sebelum merdeka. Dalam perdebatan di media massa itu Soekarno menyatakan bahwa ia ingin mencontoh Kemal Attaturk kalau Indonesia merdeka nanti. Sementara Natsir ingin Indonesia nanti merdeka menjadi negara seperti Madinah yang didirikan Rasulullah Saw.

Ketiga, sikap Soekarno soal pelacuran (baca artikel panjang saya: Soekarno, Pelacuran dan G30S PKI (Bag-1)). Soekarno jelas disitu setuju dengan pelacuran dan bahkan partai PNI yang didirikannya anggotanya banyak para pelacur. Tidak bisa mengerem syahwatnya kepada perempuan sudah menjadi rahasia umum, baik di dalam negeri maupun luar negeri.

Keempat, dalam soal G30SPKI. Ternyata Soekarno tahu bahwa peristiwa G30SPKI malam itu akan terjadi. Soekarno terlibat? Yang jelas Soekarno tahu sebelumnya bahwa peristiwa G30S PKI itu akan terjadi. Baca artikel panjang saya Soekarno, Pelacuran dan G30S PKI (Bag-1).

Kelima, Soekarno tidak mau membubarkan PKI sampai akhir hayatnya. Padahal jelas-jelas PKI teribat dalam pembunuhan para jenderal dalam peristiwa G30S PKI. Karena tidak mau membubarkan PKI dan tidak jelas pertanggungjawaban Soekarno di depan Sidang MPRS, maka Soekarno dilengserkan Ketua MPRS Jenderal Nasution (1967). Kita ketahui, telah terjadi polemik sebelumnya antara Soekarno dan Nasution sebelum peristiwa G30SPKI. Soekarno benci kepada Nasution. Dalam bukunya Nasution menyatakan bahwa ia tidak suka diajak-ajak menyeleweng (mungkin maksudnya dosa besar) oleh para punggawa istana saat itu. Nasution adalah jenderal yang alim, cerdas dan punya pendirian. Ia diselamatkan Allah SWT dalam operasi malam jahanam PKI itu. Dengan bawahannya Jenderal Soeharto akhirnya bisa menggulung PKI dari bumi Indonesia.

Keenam, Soekarno membubarkan Partai Masyumi (dan PSI) dan memenjarakan tokoh-tokohnya. Harian Masyumi yang besar, yaitu Abadi juga dibubarkan. Dalam pemerintahannya Soekarno memang dekat dengan tokoh-tokoh komunis. Dan bagi komunis, Partai Islam Masyumi adalah musuh utama, karena itu harus dibubarkan.

Kini kita bicara tentang Soeharto. Soeharto naik atas desakan Nasution. Nasution sebenarnya yang berpeluang naik jadi presiden, ia tidak mau. Mungkin merasa bukan orang Jawa. Ia mendesak Soeharto jadi presiden, akhirnya Soeharto yang dilantik jadi presiden (1967). Tentu Soeharto yang tiba-tiba jadi presiden tidak siap dengan konsep Pembangunan Indonesia. Disitulah ‘think tank lembaga pemikir Katolik CSIS masuk’. Mereka mempunyai konsep cukup matang untuk Indonesia ke depan. Mulai dari berkuasa mutlaknya Partai Golkar, peminggiran umat Islam dari politik, berkuasanya penuh Jenderal Benny Moerdani dan lain-lain.

Tapi Soeharto kemudian berubah. Setelah pergi haji 1988, Pak Harto mulai sadar ia banyak mengecewakan umat Islam. Pak Harto pelan-pelan meninggalkan CSIS dan mengganti Benny Moerdani sebagai Panglima TNI. Mulailah Pak Harto meresmikan Bank Islam pertama, Bank Muamalat, mendirikan koran Islam Republika, menyetujui pembentukan ICMI dan lain-lain. Terjadi bulan madu umat Islam dan Pak Harto.

CSIS marah melihat fenomena itu. Bersama jaringanya di militer mereka kemudian menyusun agenda untuk melengserkan Pak Harto. Dimulai dengan demo mahasiswa, pembentukan Partai Rakyat Demokratik dan lain-lain. Waktu itu saya sebagai reporter Majalah Media Dakwah, meliput langsung demo reformasi pertama di kampus Universitas Indonesia. Demo pertama di UI itu yang ikut tidak ada yang berjilbab. Dan suatu saat ada yang ngomong ke saya bahwa nanti Jakarta akan dibakar. Dan benar bahwa Jakarta kemudian dibakar. Entah berapa ratus orang yang meninggal. KA,salah satu intelektual CSIS mengatakan pada kenalan saya waktu demo lengserkan pak Harto marak di tanah air, ia menyatakan bahwa nanti akan dibuat konflik elite. Dan benar sebelum Pak Harto mundur, menteri-menteri Pak Harto mundur lebih dulu. Dalam kerusuhan Mei 1998 itu saya berhasil memotret kejadian itu dua rol. Hasil foto saya waktu itu saya berikan kepada Fadli Zon (sekarang Menteri Kebudayaan). Sayang hasil jepretan saya itu hilang. Kata Fadli kepada saya bahwa dokumentasi kerusuhan Mei yang saya berikan itu hilang, ketika rumahnya di Jakarta terbakar (dibakar).

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button