NASIONAL

Ketua Dewan Pers Sebut Pasal-Pasal RKUHP Banyak Mencerminkan Neo-Konservatisme, Apa Maksudnya?

Jakarta (SI Online) – Ketua Dewan Pers Azyumardi Azra menilai Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) mencerminkan neokonservatisme dalam bidang sosial maupun kebebasan berpendapat.

Meski demikian, ia berpendapat KUHP yang baru tetap dibutuhkan sebagai revisi undang-undang warisan kolonial Belanda.

“Yang pertama saya kira KUHP ini dibutuhkan ya karena yang kita pakai selama ini masih warisan kolonial, jadi memang kita perlukan,” kata Azyumardi Azra, Rabu (14/7/2022), seperti dilansir Kompas.tv.

“Cuma kalau saya lihat secara keseluruhan, saya baca berapa ratus ayat itu, 632 (pasal) banyak sekali yang mencerminkan neokonservatisme dalam bidang sosial, dalam kebebasan berpendapat politik, mungkin kalau hukumnya. Mungkin ada sedikit perubahan.”

Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah itu mengritisi adanya pasal untuk media yang tidak boleh menyiarkan Lenimisme, Komunisme, dan Marxisme.

“Jadi kalau misalnya, boleh itu hanya untuk kajian ilmiah, mungkin kajian ilmiah akademik itu maksudnya di kampus. Tapi kalau misalnya harian Kompas pada satu waktu menurunkan tulisan tentang Leninisme, Marxisme itu bisa kena hukum, loh,” kata Azyumardi Azra.

“Tergantung dari misalnya aparat keamanan yang mempersoalkan, itu bisa terjadi seperti itu. Ini yang saya sebut dengan neokonservatif.”

Dalam keterangannya, mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah itu juga menyoroti tidak adanya perubahan pada 8 pasal yang menyebabkan kemunduran dalam kebebasan berpendapat.

Padahal, Dewan Pers sudah menyampaikan perihal koreksi untuk 8 pasal yang menyebabkan kemunduran dalam kebebasaan berpendapat sejak Ketua DPR dijabat Bambang Soesatyo.

“Kita serahkan itu, ada ada fotonya ada segala macam, tapi saya lihat di naskah yang baru ini, yang final itu, yang beredar itu mulai 4 Juli, saya lihat itu yang delapan poin itu tetap saja (tidak ada perubahan), cuma nomornya yang ganti,” kata Azyumardi Azra.

“Nomornya mungkin ada bagian tertentu, pasal tertentu yang hilang, kemudian maju maju atau mundur ke belakang, itu ada seperti itu, tapi substansinya, kalimatnya, sama sekali nggak berubah. Nggak didengar, tidak ada tidak ada perubahan, malah nambah kalau menyangkut pers,” kata dia.

red: a.syakira

Artikel Terkait

Back to top button