Keutamaan Sepuluh Hari Awal Dzulhijjah
Imam Ibnu Rajab berkata, “Jika amalan pada sepuluh hari (awal) bulan Dzulhijjah lebih utama dan lebih dicintai oleh Allah dari amalan pada hari-hari lain dalam setahun semuanya, maka amalan padanya meskipun tidak utama menjadi lebih utama dari amalan pada selainnya meskipun itu amalan yang utama.” (Lathaif Al-Ma’arif: 326)
Keutamaan lainnya yaitu dilipat gandakan pahala pada hari-hari sepuluh Zhulhijjah, karena keagungan bulan Zhulhijjah sebagai bulan Haram, khususnya sepuluh awal Bulan Zhulhijjah.
Imam Ibnu Rajab berkata, “Hadits Ibnu Abbas menjadi dalil dilipat gandakan (pahala) semua amalan shalih pada sepuluh hari awal Dzulhijjah tanpa pengecualian apapun.” (Lathaif Al-Ma’arif: 328).
Imam Ibnu Rajab berkata, “Dan telah diriwayatkan mengenai kekhususan puasa pada hari-harinya dan menghidupkan malam-malamnya dengan ibadah serta memperbanyak zikir padanya disebutkan dalam hadits-hadits yang patut disebutkan karena shahih, bukan yang tidak patut disebutkan karena tidak shahih.” (Lathaif Al-Ma’arif: 328).
Di antara hadits-hadits yang menjelaskan amalan-amalan khusus pada sepuluh hari awal Zhulhijjah berupa puasa, memperbanyak zikir seperti takbir, tahlil, tahmid, dan lainnya, yaitu:
Dari Huwaidah bin Khalid, dari istrinya, dari sebahagian istri Nabi Shallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa di sembilan hari (awal) dari bulan Dzulhijjah, hari ‘Asyura, dan tiga hari setiap bulan yaitu awal Senin dan dua Kamis.” (HR. An-Nasa’i dan Abu Daud)”.
Dari Hafsah radhiyallahu ‘anha ia berkata, “Ada empat hal yang tidak pernah ditinggalkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu puasa ‘Asyura, sembilan hari (awal) bulan Dzulhijjah, tiga hari setiap bulan, dan dua rakaat sebelum shubuh.” (HR. Ahmad dan An-Nasa’i).
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah hari-hari yang paling agung dan paling dicintai oleh Allah untuk melakukan amal shalih padanya melainkan sepuluh hari (awal Dzulhijjah) ini. Maka perbanyaklah pada hari-hari itu tahlil, takbir dan tahmid“. (HR. Ahmad).
Anjuran untuk memperbanyak amal shalih pada sepuluh hari awal Dzulhijjah tidak hanya pada hari-harinya, tapi juga pada malam-malamnya.
Imam Ibnu Rajab berkata, “Adapun menghidupkam malam-malam sepuluh awal Dzulhijjah mustahab (dianjurkan). Telah ada hadits dalam hal itu. Ada hadits-hadits yang menjelaskan kekhususan menghidupkan dua malam pada dua hari raya namun tidak shahih, dan disebutkan dikabulkan doa pada kedua malam itu. Imam Syafi’i dan para ulama lainnya menganjurkannya (menghidupkan malam-malam sepuluh Dzulhijjah). Sa’id bin Jubair yang meriwayatkan hadits ini dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma, “Jika masuk sepuluh hari awal Dzulhijjah ia bersungguh-sungguh dalam ibadah sehingga hampir saja tidak mampu lagi melakukannya.”. Diriwayatkan pula darinya, ia berkata, “Jangan kamu padamkan lampu pada malam sepuluh hari awal Dzhulhijjah”, ibadah itu menarik hatinya.” (Lathaif Al-Ma’arif: 339).