Keutamaan Shalat Berjamaah

Ternyata shalat berjamaah bukan hanya untuk muslim laki-laki mukallaf yang kondisi fisiknya normal. Tapi orang buta atau tuna netra sekalipun bukan uzur untuk tidak shalat berjamaah. Ini haditsnya:
Dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, “Seorang buta (tuna netra) pernah menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata,
يَا رَسُولَ اللهِ، إِنَّهُ لَيْسَ لِي قَائِدٌ يَقُودُنِي إِلَى الْمَسْجِدِ
“Wahai Rasulullah, saya tidak memiliki seseorang yang akan menuntunku ke masjid.” Lalu dia meminta keringanan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk shalat di rumah. Ketika sahabat itu berpaling, beliau kembali bertanya,
هَلْ تَسْمَعُ النِّدَاءَ بِالصَّلَاةِ؟
“Apakah Engkau mendengar panggilan shalat (azan)?”
Laki-laki itu menjawab, “Benar.” Beliau bersabda,
فَأَجِبْ
“Penuhilah seruan tersebut (hadiri jamaah shalat).” (HR. Muslim)
Laki-laki yang buta ini memiliki penghalang (‘udzur) yang banyak untuk shalat berjamaah, namun demikian, kewajiban shalat berjamaah itu tidaklah gugur darinya. Lalu, bagaimana lagi dengan kondisi orang yang tidak memiliki ‘udzur? Yaitu, dalam kondisi sehat fisiknya, rumahnya bersebelahan dengan masjid, suara muadzin mengepung rumahnya dari berbagai penjuru?
Lelaki muslim yang mukalkaf demikian wajib untuk memenuhi panggilan shalat berjamaah!
Kalaulah dia masih malas tak hadiri shalat berjamaah di masjid, tentu dia termasuk orang yang maksiat kepada Rabbnya. Oleh karenanya dia harus bertobat dengan segera!
Semisal itu adalah hadits dari sahabat Ibnu Ummi Maktum radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ الْمَدِينَةَ كَثِيرَةُ الْهَوَامِّ وَالسِّبَاعِ
“Wahai Rasulullah, sesungguhnya di kota Madinah banyak binatang berbisa dan binatang buas.” Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
هَلْ تَسْمَعُ حَيَّ عَلَى الصَّلَاةِ، حَيَّ عَلَى الْفَلَاحِ؟
“Apakah kamu mendengar seruan azan ‘Hayya ‘alash shalaah, Hayya ‘alal falaah’?”
Ibnu Ummi Maktum menjawab, “Iya.” Nabi saw bersabda,
فَحَيَّ هَلًا
“Karena itu, penuhilah!”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memberikan keringanan untuk tidak shalat jamaah baginya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan An-Nasa’i. Sanadnya dinilai shahih oleh Al-Albani di Shahih Abu Dawud)