Keutamaan Shalat Berjamaah

Berdasarkan dalil-dalil diatas, maka tak heran jika sebagian ulama menghukumi wajib ‘ain untuk shalat berjamaah di masjid bagi setiap muslim laki-laki yang sudah mukallaf yaitu muslim yang aqil-baligh. Berarti kalau tidak menjalankan shalat berjamaah dosa.
Ustadz Abdul Somad (UAS) ketika ditanyakan kepadanya ‘Apa Hukum Shalat Berjamaah?’ Maka jawaban beliau: “Mungkin saja ada yang berpendapat sunnah muakkadah atau fardhu kifayah, sesuai ijtihad para ulama pada masa tertentu. Namun berdasarkan dalil-dalil yang kuat, maka hukum shalat berjamaah itu fardhu ‘ain (mesti dilaksanakan setiap pribadi muslim),” demikian jawaban UAS dalam bukunya “99 Tanya Jawab Seputar Shalat”, hal.238.
Itulah jawaban ustadz kondang alumni Al-Azhar Kairo dan Maroko, dengan dalil Al-Qur’an dan Sunnah Rasul.
Betapa ruginya kita sebagai muslim dengan alasan kesibukan duniawi, shalat berjamaah ditinggalkan. Padahal Rasul sudah memberi informasi ‘seandainya tahu kebaikannya, niscaya akan selalu hadir di masjid untuk shalat berjamaah walau dengan merangkak’, masyaallah.
Ini hadisnya: Dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْسَ صَلاَةٌ أَثْقَلَ عَلَى المُنَافِقِينَ مِنَ الفَجْرِ وَالعِشَاءِ، وَلَوْ يَعْلَمُونَ مَا فِيهِمَا لَأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا
“Tidak ada shalat yang lebih berat bagi orang-orang munafik kecuali shalat subuh dan isya’. Seandainya mereka mengetahui (kebaikan) yang ada pada keduanya, tentulah mereka akan mendatanginya walaupun harus dengan merangkak.” (HR. Bukhari dan Muslim ).
Hadits ini juga menyebutkan bahwa muslim yang enggan shalat berjamaah terkena sakit kemunafikan. Tidak konsisten antara pengakuan sebagai muslim dan amaliyahnya.
Rasulullah saw juga sebagai kepala negara pernah memberikan ultimatum kepada rakyatnya, akan membakar rumahnya jika tidak shalat berjamaah. Ini hadisnya,
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ بِحَطَبٍ فَيُحْتَطَبَ ، ثُمَّ آمُرَ بِالصَّلاَةِ فَيُؤَذَّنَ لَهَا ، ثُمَّ آمُرَ رَجُلاً فَيَؤُمَّ النَّاسَ ، ثُمَّ أُخَالِفَ إِلَى رِجَالٍ فَأُحَرِّقَ عَلَيْهِمْ بُيُوتَهُمْ
“Demi jiwaku yang ada pada tangan-Nya, aku telah bermaksud memerintahkan untuk mengambilkan kayu bakar, lalu dikumpulkan, kemudian aku memerintahkan azan shalat untuk dikumandangkan. Lalu aku memerintahkan seseorang untuk mengimami orang-orang berjama’ah, kemudian aku mendatangi orang-orang yang tidak shalat berjama’ah lalu aku membakar rumah mereka.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Ancaman keras mengandung makna wajib untuk shalat berjamaah.