NUIM HIDAYAT

KH Hasyim Asy’ari: Kiai yang Menggerakkan Revolusi (2)

Hubungan antar-pesantren di Jawa Timur dan Nusantara ini cukup akrab. Para Kiai kadang bertemu untuk bermusyawarah menyelesaikan masalah-masalah masyarakat.

Sebelum berdiri Nahdlatul Ulama sudah ada organisasi yang bernama Nahdlatul Tujjar dan Nahdlatul Wathan. Nahdlatul Tujjar bergerak memperbaiki ekonomi umat, sedangkan Nahdlatul Wathan bergerak dalam bidang pendidikan. Ada juga Tashwirul Afkar forum diskusi membahas masalah-masalah umat dan Nahdhatus Syubhan organisasi kepemudaan. Namun organisasi-organisasi itu masih kecil dan sifatnya lokal.

Maka pada 1924, bertempat di sebuah rumah di Jalan Kebondalem Surabaya, beberapa orang Kiai berkumpul mempersiapkan sebuah organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama). H Wahab Chasbullah diminta untuk menghadapi KH Hasyim Asyari untuk diminta persetujuannya.

Mendapat tawaran persetujuan tentang organisasi ini, Kiai Hasyim tidak langsung menyetujuinya. Lama ia menimbang untung ruginya. Ia pun berkali-kali shalat malam untuk minta petunjuk Allah tentang hal ini.

Hingga pada 1924 itu datang utusan dari gurunya, KH Kholil Bangkalan Madura. Utusan itu bernama As’ad Syamsul Arifin. Ia membawa tongkat untuk diserahkan kepada Kiai Hasyim. Sambil menyerahkan tongkat itu ia diamanahi untuk membaca surat at Thaha ayat 17-23. Ayat ini berkisah tentang Nabi Musa yang diberikan mukjizat tongkat dari Allah.

Mendapat hadiah dan isyarat dari gurunya ini membuat Kiai Hasyim termenung. Tapi ia masih ragu. Ia masih khawatir bahwa pembentukan organisasi Nahdlatul Ulama ini nanti dapat menimbulkan perpecahan di kalangan umat umat Islam. Ia ingin organisasi ini menjadi pemersatu umat dan menjadi rahmatan lil alamin.

Lebih dari satu tahun Kiai Hasyim belum mengambil keputusan. Hingga pada 1925, datanglah lagi utusan Kiai Kholil kepadanya dengan membawa tasbih. Kali ini As’ad Syamsul Arifin juga diamanahi dengan membaca asmaul husna Ya Jabbal Ya Qahhar.

Kiai Hasyim pun menerimanya dengan senang hati. Ia pun mempraktikkan zikir Ya Jabbar Ya Qahhar setelah shalatnya. Dan shalat malam minta petunjuk kepada Allah tentang masalah yang berat ini.

Akhirnya keputusan pun dibuatnya. Maka pada suatu hari, ulama Jawa dan Madura berkumpul di Surabaya untuk membicarakan organisasi Nahdlatul Ulama. Diantaranya: KH Hasyim Asyari (Jombang), KH Bisri Syamsuri (Denanyar), KH Ridwan (Surabaya), KH R Asnawi (Kudus), KH R Hambali (Kudus), KH Nawawi (Pasuruan), KH Nachrawi (Malang), dan KH Darumuntaha (Bangkalan). Mereka pun bersepakat untuk mendirikan Nahdlatul Ulama.

Maka pada 31 Januari 1926, NU resmi berdiri. KH Hasyim Asyari ditetapkan sebagai Rais Aam, sedangkan H Hasan Gipo sebagai Ketua Tanfidziyah. Logo NU ditetapkan berupa bumi dan sembilan bintang dengan sabuk tampar melilit bumi, atas usulan KH Ridwan. Sedangkan nama Nahdlatul Ulama diusulkan KH Alwi Abdul Azis. []

Nuim Hidayat, Anggota MIUMI dan MUI Depok

Laman sebelumnya 1 2 3

Artikel Terkait

Back to top button