Khilafah, Mudarat atau Maslahat?
Kontroversi. Itulah kata yang tepat disematkan kepada Menteri Agama, Fachrul Razi. Belum genap dua minggu dilantik, pernyataan-pernyataannya di hadapan wartawan, selalu menuai kontroversi. Salah satunya pernyataan Menag terkait khilafah.
Dalam sambutannya di lokakarya “Peran dan Fungsi Imam Masjid” di Hotel Best Western, Mangga Dua Selatan, Sawah Besar, Jakarta Pusat, Rabu (30/10/2019), Menag Fachrul Razi dengan tegas mengatakan khilafah tidak boleh ada di Indonesia. Ia juga mengatakan, berbicara khilafah, jika dilihat dari aspek-aspek Alquran atau hadis-hadis dan lain sebagainya memang kontroversial.
Masih menurut Fachrul, pemberdebatkan khilafah tidak akan ada kesepakatannya, bahkan kemudaratannya lebih banyak daripada manfaatnya. Ia menambahkan nation state, negara berdaulat, pasti tidak akan ada yang menerima khilafah. Khilafah menjadi musuh semua negara. (detik.com, 30/10/2019).
Ada beberapa hal yang perlu diluruskan menanggapi pernyataan Menag tersebut. Pertama, sejak keruntuhan Daulah Khilafah Utsmaniyyah di Turki pada 1924. Di mana wilayah daulah dipecah belah menjadi lebih dari 50 negara bangsa (nation state). Tidak ada satupun negara bangsa yang mengadopsi dan menerapkan sistem khilafah. Sebaliknya mayoritas negara bangsa tersebut mengadopsi sistem sekularisme kapitalisme dan derivatnya. Lalu bagaimana bisa Menag mengatakan jika khilafah menjadi musuh banyak negara?
Kedua, tidak adanya satupun negara bangsa yang mau menerapkan khilafah, bukan berarti khilafah ditolak. Faktanya, perang ideologi adalah sebuah keniscayaan. Menjadi rahasia publik bahwa hari ini, khilafah menjadi ancaman bagi eksistensi kapitalisme-sekularisme yang mendominasi dunia. Munculnya Islamofobia, agenda war on terrorism, war on radicalism, deislamisasi dan deradikalisasi Islam merupakan grand strategy Barat menghalangi kembalinya khilafah ke pangkuan umat Islam. Serta menciptakan ketakutan bahwa khilafah merupakan ancaman dan bahaya bagi dunia. Jelas khilafah bukan ditolak, tapi dihalangi dengan berbagai skenario jahat untuk kembali ditegakkan di tengah umat manusia.
Ketiga, khilafah lebih banyak mendatangkan kemudaratan daripada kemaslahatan (manfaat), benarkah demikian? Fakta berbicara sejak terciptanya negara bangsa ala Barat, imbas dari runtuhnya Daulah Khilafah Utsmaniyyah, kapitalisme dan sosialismelah ideologi yang mendominasi dunia. Jika sosialisme mundur dari pertarungan ideologi dunia sejak kalahnya Uni Soviet. Maka kapitalisme adalah ideologi satu-satunya yang masih eksis hingga hari ini.
Dominasi dan hegemoni kapitalisme terhadap dunia telah terbukti tidak hanya mengantarkan manusia pada kehancurannya. Tapi juga mendorong manusia ke lembah kenistaan. Kekayaan alam dirampok habis-habisan oleh segelintir korporasi jahat. Perempuan dan anak dieksploitasi untuk menggerakkan mesin-mesin industri. Generasi muda diracuni dengan virus liberalisme yang menumbuhsuburkan seks bebas, LGBT, narkoba, pornoaksi dan pornografi. Riba merajalela hingga menghancurkan ekonomi dunia. Adalah rentetan bukti bahwa kalitalismelah biang kemudaratan hakiki.
Sementara tercatat dengan tinta emas, bagaimana Daulah Khilafah Islamiyyah mengantarkan dunia ke puncak keemasannya selama hampir 13 abad lamanya. Dunia Barat bahkan telah banyak berhutang kepada khilafah. Kemajuan sains dan teknologi dunia Barat hari ini merupakan buah pemikiran dan keringat para ilmuwan Islam di masa kekhilafahan Islam. Wright Bersaudara berhutang kepada Ibnu Firnas yang menemukan konsep pesawat terbang untuk pertama kalinya. Dunia kedokteran Barat berhutang kepada Ibnu Sina dan Ibnu Rusydi. Fisikawan dan matematikawan Barat berhutang besar kepada Al-Khawarizmi. Sains dan teknologi sungguh berkembang pesat dalam naungan Khilafah, hingga menjadi warisan berharga umat manusia masa kini.
Penerapan Islam secara kafah dalam naungan khilafah tidak hanya mendatangkan maslahat bagi umat Islam, tapi juga bagi non-Islam. Sebab menjadi kewajiban khalifah sebagai kepala negara menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok warga negaranya. Baik kebutuhan sandang, pangan dan papan, tapi juga pendidikan dan kesehatan. Dan ini berlaku untuk seluruh warga negara di bawah naungannya, tanpa memandang agama, bangsa, etnis, suku dan ras. Keadilan dijunjung tinggi, demi kesejahteraan dan perlindungan terhadap rakyat.
Dari sedikit perbandingan penerapan antara sistem Islam dalam naungan khilafah dan kapitalisme dalam naungan negara bangsa, jelas kapitalismelah yang banyak mudaratnya daripada manfaatnya! Sejatinya khilafah dipandang mudarat dalam pandangan kapitalisme, sebab menjadi ancaman. Karena tegaknya khilafah akan menyingkirkan dominasi dan hegemoni mereka di atas negeri-negeri Muslim.