Kisruh Dunia Perpajakan, Potret Suram Negeri Kapitalis
Penganiayaan yang dilakukan oleh Mario Dandy (20 tahun), anak seorang pejabat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu), terhadap David Ozora (17 tahun) anak petinggi GP Ansor, menjadi pintu masuk terbukanya borok para pejabat di Ditjen Pajak.
Usai kasus penganiayaan tersebut, publik dibuat tercengang dengan tampilan media sosial Mario Dandy yang hobi pamer kekayaan. Begitu banyak potretnya yang tengah memamerkan kendaraan mewah, Jeep Wrangler Rubicon atau motor gede Harley Davidson. Buntutnya, harta kekayaan sang ayah, Rafael Alun Trisambodo, yang merupakan pejabat eselon III Ditjen Pajak pun turut disorot. Rafael pada Rabu (1/3/2023) telah selesai diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait klarifikasi harta. Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LKHPN), harta Rafael mencapai Rp56,1 miliar. Sangat fantastis!
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) kemudian menyatakan telah menemukan transaksi tak wajar dalam rekening Rafael Alun. Akhirnya PPATK pun memblokir 40 rekening milik Rafael. Tak hanya itu, Rafael pun akhirnya dipecat dari jabatannya.
Terbukanya borok Rafael sebagai pejabat pajak, pada akhirnya menyeret nama-nama tokoh lain yang terlibat. Sebagaimana diberitakan, bahwa di dalam LHKPN, Rafael memiliki surat berharga di enam perusahaan senilai Rp1,5 miliar. Keenam perusahaan milik Rafael ini telah diperiksa oleh Menteri Keuangan, Sri Mulyani, atas permintaan dari KPK.
Terkuaknya penyalahgunaan jabatan di Ditjen Pajak tersebut, membuka mata kita bahwa hal tersebut berlangsung sistemis. Melibatkan banyak pihak dan ditopang oleh sistem kehidupan kapitalis hari ini. Cnnindonesia.com (04/03/2023) menurunkan berita berjudul “KPK Usut Geng Pegawai Ditjen Pajak di Pusaran Kasus Rafael Alun”. Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan, menyebut bahwa kini KPK tengah menelusuri pola pejabat-pejabat tersebut saling terhubung dan meraih penambahan harta.
Kisruh di dunia perpajakan akhirnya memunculkan sebuah narasi ketidakpercayaan publik terhadap pemerintah, salah satunya dengan narasi stop bayar pajak yang belakangan marak di media sosial. Menanggapi hal tersebut, Sri Mulyani berupaya mengembalikan kepercayaan publik.
Ia menuturkan, pajak merupakan penerimaan negara tertinggi dalam keuangan negara. Saking pentingnya, ia bilang Bahan Bakar Minyak (BBM) bisa naik tiga kali lipat jika rakyat tak taat pajak.(fajar.co.id, 06-03-2023)
Pajak dalam Perspektif Islam
Pajak (dharibah) dalam sistem pemerintahan Islam bukanlah sumber pemasukan tetap. Lain halnya dengan sistem kapitalis hari ini, sebagaimana yang diungkapkan oleh Sri Mulyani bahwa sektor pajak menyumbang pendapatan tertinggi bagi APBN. Wajar, sebab di segala lini kehidupan rakyat kena pajak, di antaranya Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Kendaraan Bermotor, dll.
Inilah potret bisnis yang dipraktikan negara terhadap rakyatnya. Rakyat tak ubahnya seperti sapi perah yang bagi negara. Akhirnya peran hakiki negara sebagai pemelihara urusan rakyat tidak terlaksana, sebab negara justru membebani rakyat dengan sederet pungutan. Di sisi lain, pelayanan negara terhadap rakyatnya sangat minimalis. Negara menempatkan diri sebatas regulator bagi rakyatnya alias penyedia layanan, bukan pelayan itu sendiri. Penyedia nya adalah para korporat, sehingga rakyat
Padahal dalam Islam, imam atau kepala negara adalah penanggung jawab terhadap rakyatnya. Ia tidak akan menzalimi dan memberatkan rakyatnya, sebalinya imam justru akan memudahkan urusan rakyatnya dan melayani kebutuhan rakyat sesuai mekanisme syariat Islam.