Konsolidasi Oligarki Harus Dilawan
Dan ketiga, agenda pemindahan ibukota negara. Di tengah-tengah pandemi, defisit fiskal, defisit APBN, serta jumlah utang yang terus melonjak, pemerintah terus-menerus melontarkan wacana pemindahan ibukota. Kalau dulu saya bertanya ‘dari mana anggarannya’, maka sesudah saya pelajari lebih jauh wacana ini, pertanyaan yang tepat sebenarnya adalah: ke mana dan kepada siapa pemerintah akan memberikan aset-aset negara yang di Jakarta dan sekitarnya?!
Banyak orang lupa, lepas dari soal apakah ibukota negara nantinya akan benar-benar bisa dipindahkan atau akan jadi proyek mangkrak, di belakangnya ada agenda untuk mengalihkan aset-aset negara, baik berupa gedung, atau lahan, terutama yang ada di Jakarta, kepada pihak lain. Ini yang berbahaya, karena potensi penyelewengannya sangat besar sekali.
Kalau kita baca draf RUU Ibukota Negara, jelas disebutkan bahwa terkait dengan agenda pemindahan ibukota, maka semua aset berupa gedung-gedung perkantoran yang selama ini digunakan oleh Kementerian atau lembaga negara, akan dialihkan pengelolaannya kepada Menteri Keuangan. Selanjutnya, Menteri Keuangan bisa melakukan dua mekanisme kepada aset-aset tadi, yaitu menjual, atau menyewakannya.
Saya melihat, pola semacam ini akan kembali mengulangi tragedi BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) di masa lalu. Pada mulanya negara menguasai aset BLBI (Bantuan Likuiditas Bank Indonesia) yang sangat besar di tangan BPPN, lalu aset-aset itu dijual kembali kepada konsorsium asing dan swasta dengan harga di bawah harga pasar.
Jadi, pertanyaan publik kini harus berubah: apakah tujuan pemindahan ibu kota negara adalah untuk memindahtangankan aset-aset negara yang ada di Jakarta? Kepada siapa aset-aset itu akan dialihkan?
Itulah konsolidasi oligarki yang terjadi di tengah-tengah pandemi. Sungguh tragis dan ironis.
Dr. Fadli Zon, M.Sc.
Anggota DPR RI, Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra