OPINI

KPU dan Bawaslu dalam Hadits Segumpal Daging

Belakangan ini banyak orang yang memanggil dan mencolek Bawaslu agar mendalami berbagai dugaan peanggaran kampanye. Tapi, masyarakat kecewa karena keluhan mereka tak ditanggapi. Inilah yang membuat rakyat prihatin terhadap kondisi “qalbu” Indonesia itu. Bisakah disebut “sholahat”? Ataukah sudah menjadi “fasadat”?

Anda semualah yang bisa menilai.

Yang jelas, di tangan KPU dan Bawaslu-lah terletak kekuasaan yang menentukan distribusi keadilan. Distribusi keadilan itu kemudian melahirkan kredibilitas penyelenggaraan kekuasaan negara. Bilamana kedua lembaga ini berlaku tidak adil, maka hilanglah kredibilitas semua cabang kekuasaan. Yaitu, kekuasaan eksekutif, kekuasaan legislatif, dan kekuasaan yudikatif.

Dengan kata lain, proses demokrasi yang diselenggarakan dan dijaga oleh KPU dan Bawaslu, cacat berat.

Jika proses demokrai itu cacat, otomatis produk akhirnya juga cacat. Produk akhir itu adalah pemegang kekuasaan yang disebutkan tadi. Dalam bahasa industri manufaktur, produk cacat akan ditandai dengan label “reject” (ditolak). Tidak layak dipakai.

Dengan analogi ini, maka pemegang kekuasaan yang terbentuk dari proses yang cacat, tidak layak menjabarkan kekuasaan. Tidak valid. Tidak ada legitimasi.

Presiden menjadi tidak sah dan DPR menjadi tidak valid. Begitu kedua lembaga ini tidak sah, maka proses untuk melahirkan pemangku kekuasaan MA dan MK, dengan sendirinya menjadi tidak valid juga.

Kita sangat khawatir hasil pilpres 17 April nanti berasal dari “qalbu fasadat”. Qalbu rusak. Kalau sempat ini yang terjadi, maka rusaklah negara ini selanjutnya.

Semoga “qalbu” Indonesia bisa segera pulih seandainya sedang rusak.

Asyari Usman
(Penulis adalah wartawan senior)

Laman sebelumnya 1 2

Artikel Terkait

Back to top button