Kriteria Pilih Pemimpin yang tak Menyengsarakan
Kepemimpinan adalah perkara esensial dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kehadiran sosok pemimpin sangat dibutuhkan demi keteraturan pengelolaan segala urusan yang ada di tengah-tengah umat.
Oleh karenanya, Islam memberikan perhatian lebih dalam hal kepemimpinan ini. Kepemimpinan harus diemban oleh mereka yang siap bertanggungjawab, sebab Rasulullah bersabda:
“Diriwayatkan Abdullah bin Maslamah dari Malik dari Abdullah bin Dinar dari Abdullah bin umar r.a berkata : Saya telah mendengar Rasulullah saw bersabda: setiap orang adalah pemimpin dan akan di minta pertanggung jawaban atas kepemimpinannnya. Seorang kepala negara akan diminta pertanggung jawaban perihal rakyat yang dipimpinnya. Seorang suami akan di tanya perihal keluarga yang dipimpinnya. Seorang istri yang memelihara rumah tangga suaminya akan ditanya perihal tanggung jawab dan tugasnya. Bahkan seorang pembantu/pekerja rumah tangga yang bertugas memelihara barang milik majikannya juga akan ditanya dari hal yang dipimpinnya. Dan kamu sekalian pemimpin dan akan ditanya (diminta pertanggungan jawab) dari hal-hal yang dipimpinnya.” (HR. Muslim).
Sepanjang perjalanan bangsa ini, banyak sekali sosok pemimpin yang pernah ada. Dari level daerah, provinsi, hingga nasional sekalipun turut berganti seiring pelaksanaan pemilihan umum. Namun, kadang apa yang diharapkan tak seindah kenyataan yang didapatkan. Banyak di antara mereka yang kemudian lupa akan janji manis saat kampanye. Tak sedikit di antara mereka yang larut dalam arus demokrasi, menargetkan “balik” modal ketika telah berkuasa. Walhasil calon yang semula diidamkan justru menjadi penghuni prodeo. Kekecewaan lah yang dirasakan sebagian pendukung karena dahulu keliru menentukan pilihan.
Kekecewaan terasa kian dalam tatkala janji kesejahteraan yang digadang justru berakhir kesengsaraan. Rakyat dinomorsekiankan, sedang para pemilik modal alias para kapital mendapatkan prioritas utama dari pemegang jabatan. Terjadi kolaborasi apik antara penguasa dan pengusaha, korporatokrasi neoliberal pun tak bisa dielakkan. Lagi-lagi segala asset dalam negeri terpaksa harus direlakan. Sudah bukan rahasia lagi jika banyak sumber daya alam Indonesia akhirnya dijual murah ke luar negeri oleh sejumlah oknum.
Terbaru, temuan KPK sungguh mengejutkan. KPK mencatat, lebih dari 12 kasus korupsi di sektor sumber daya alam sepanjang 2004-2017. Sementara itu, ada lebih dari 24 orang pejabat yang diproses KPK karena terbukti melakukan korupsi di sektor kehutanan. Bahkan, di sepanjang 2004-2017, sudah 144 orang anggota dewan yang terlibat. Disusul 25 orang menteri atau kepala lembaga, 175 orang pejabat pemerintah, dan 184 orang pejabat swasta (nasional.tempo.co, 25/01/2019).
Para oknum yang tega berbuat demikian adalah bagian dari sistem yang salah. Mereka menjadi pemimpin di dalam lingkaran siklus kepemimpinan yang liberal lagi sekuler. Iming-iming gemerlap dunia menyilaukannya sehingga seolah lupa bahwa apa yang diembannya akan dimintai pertanggungjawaban pasti di hadapan Allah kelak.
Merekapun berhasil menduduki singgasana kepemimpinan karena banyaknya pilihan yang diperoleh. Untuk itu, penting menjadi pelajaran bagi siapapun yang akan memilih agar cermat dalam memberikan suara. Tidak seharusnya pemilih tertipu lagi dengan mereka yang lupa bahwa kekayaan milik umat tidak boleh dikuasai pribadi. Dan berikut panduan kelayakan calon pemimpin dalam Islam agar mereka benar-benar layak sebagai pemimpin: