NASIONAL

Kritik Geisz ke Pemerintah Pusat: Seperti Oposisi ke Pemprov DKI

Jakarta (SI Online) – Aktivis sosial sekaligus pendukung Anies Baswedan, Geisz Chalifah, mengritik gaya komunikasi pemerintah pusat dalam penanganan pandemi Covid-19. Salah satunya menyangkut sengkarut bantuan sosial atau bansos untuk rakyat terdampak Corona.

Sebagai warga Jakarta, kata Geisz, ia menilai cara pemerintah pusat bersikap bukan menghadapi wabah namun kepentingan politik rasa pemilihan presiden atau pilpres.

“Kita ini sebagai warga Jakarta, saya ingin bertanya kita ini menghadapi Covid ini sebagai wabah atau sebagai pilpres,” kata Geisz dalam program acara Indonesia Lawyers Club tvOne bertema Kisruh Bansos: Sengkarut Antara Pusat & Daerah, #ILCSengkarutPusatDaerah, pada Selasa malam, 12 Mei 2020, seperti dikutip Vivanews.com.

Geisz menyampaikan demikian karena sejak awal melihat pemerintah pusat selalu bersikap menyalahkan Pemprov DKI yang dipimpin Gubernur DKI Anies Baswedan. Bahkan, hal ini terjadi sebelum kemunculan wabah Corona.

“Dan baru pertama kali selama saya lahir di republik ini, ada pemerintah pusat menjadi oposisi terhadap Pemprov DKI. Itu yang kita rasakan selama ini. Jadi, apapun masalahnya pemerintah pusat maka pengalihannya di Pemprov DKI,” jelas Geisz.

Menurut dia, buruknya komunikasi antara pemerintah pusat dengan daerah dalam penanganan Corona seperti saat ini tak sehat. Mestinya bisa bersinergi secara kompak.

“Ini enggak sehat bernegara. Yang kita hadapi wabah, kita perlu bersinergi bersama. Bukan mencari panggung dengan menyalahkan seorang gubernur terus menerus,” sebutnya.

Pun, ia menyindir jika ada kebijakan pemerintah pusat yang salah namun dijawab dengan blunder. Ia mencontohkan saat Gubernur Anies mewanti-wanti lebih dulu dibanding pemerintah akan ancaman bahaya Corona.

Kemudian, ia membandingkan rezim sekarang dengan era Orde Baru atau Orba di bawah Presiden Soeharto. Ia mengapresiasi era Orba yang bagus dalam mengumumkan kebijakan dan praktiknya di lapangan benar terwujud.

“Zaman dulu, Pak Soeharto dan Moerdiono, kalem bicaranya. Semua menteri sama suaranya, Harmoko bicara harga bawang Rp500 per kg di televisi, kita temuin harga bawang di pasar Rp500 tidak berubah,” ujarnya.

red: a.syakira

Artikel Terkait

Back to top button