SUARA PEMBACA

Kualitas Udara Jakarta Memburuk, Nasib Rakyat Kian Terpuruk?

Kualitas udara Ibu Kota Jakarta yang kian memburuk tengah menjadi sorotan. Pada Selasa (15/08/2023) pagi, situs pemantauan kualitas udara IQAir, pukul 05.43 WIB, mencatat indeks kualitas udara di Jakarta berada di angka 165 AQI US. Angka ini menjadikan kualitas udara Jakarta berada dalam kategori tidak sehat nomor dua di dunia. Sebelumnya pada Ahad (13/08/2023) pagi, Jakarta bahkan menyentuh rekor sebagai kota dengan udara terburuk di dunia. (cnnindonesia.com, 15/08/2023).

Mirisnya, bukan hanya Jakarta yang digempur pencemaran udara. Kota-kota penyangga ibu kota pun nasibnya tak jauh beda. Aplikasi Nafas Indonesia salah satu penyedia informasi kualitas udara mencatat sejumlah kota dengan kualitas udara terburuk per Juli 2023, diantaranya Serpong, Tarumajaya, Parung Panjang, Babakan, dan Depok.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebutkan bahwa memburuknya kualitas udara Jakarta dan sekitarnya adalah imbas kontribusi debu. Selain itu, masifnya penggunaan kendaraan pribadi menjadi faktor yang memperburuk. KLHK malah membantah jika polusi udara Jakarta dan sekitarnya akibat kepungan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) bertenaga batu bara.

Sayangnya, klaim KLHK ini dibantah oleh Kepala Center of Industry, Trade, and Investment Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Andry Satryo Nugroho. Ia menuturkan ada 16 PLTU batu bara yang mengepung Jakarta, yakni 10 di Banten dan 6 lainnya di Jawa Barat. Menurutnya, emisi PLTU turut menyumbang polusi udara di Jabodetabek, khususnya Jakarta. Ia menduga KLHK menutup-nutupi dampak nyata polusi PLTU terhadap buruknya kualitas udara Jakarta. (cnnindonesia.com, 15/08/2023).

Pernyataan Andry tersebut, senada dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh CREA, sebuah lembaga independen yang melakukan penelitian soal polusi udara. CREA melaporkan pencemaran lintas batas dari Provinsi Banten dan Jawa Barat merupakan kontributor utama pencemaran udara di Kota Jakarta. Yang paling tinggi berasal dari sektor industri energi pembangkit listrik dan manufaktur.

Tercatat, hingga saat ini setidaknya ada 16 PLTU berbasis batubara yang berada tak jauh dari Jakarta. Sebarannya sebanyak 10 PLTU berlokasi di Banten, sedangkan enam lainnya di Jawa Barat. Sementara itu, industri manufaktur yang tercatat pada tahun 2019, total ada 418 fasilitas ditemukan dalam radius 100 kilometer dari daerah metropolitan Jakarta. (bbc.com, 14/08/2023).

Kualitas udara Jakarta dan sekitarnya yang makin buruk akibat pencemaran udara sejatinya tidak lepas dari strategi pembangunan saat ini yang berbasis kapitalisme. Paradigma sistem ekonomi kapitalisme yang memandang bahwa kebutuhan manusia tidak terbatas berujung pada upaya proses produksi besar-besaran yang dilakukan oleh rakyat, khususnya para pemilik modal. Alhasil, terjadi eksploitasi sumber daya alam secara besar-besaran demi menyokong industrialisasi.

Terbukanya keran investasi secara jorjoran oleh negara mengakibatkan kebijakan di ruang ini pun dikendalikan oleh para kapitalis. Tidak heran, jika berbagai kebijakan yang ada kerap mengakomodasi kepentingan mereka. Tidak peduli, jika berakibat buruk pada kesehatan rakyat, yang terpenting dapat mendulang cuan sebanyak-banyaknya.

Inilah wajah rakus kapitalisme yang membawa petaka. Ironisnya, pengembangan industri yang tidak dapat dikendalikan berujung pada pengabaian nasib lingkungan hidup manusia dan alam di masa mendatang. Sebab, bagi para kapitalis, upaya pelestarian lingkungan ini dianggap akan mengurangi profit yang didulang. Ujung-ujungnya rakyat kembali yang dirugikan.

Polusi udara yang makin memburuk adalah bukti bahwa negara abai mengurus rakyatnya. Mengingat, berbagai solusi yang ditawarkan belum mampu menjadi solusi solutif yang menyentuh akar persoalan. Faktanya, hingga saat ini belum tampak upaya penertiban industri-industri di Jabodetabek terhadap limbah yang dihasilkan.

Ketua Kampanye Walhi DKI Jakarta, Muhammad Aminullah, bahkan mengatakan Pemerintah Pusat, Pemprov DKI Jakarta, dan sejumlah pemda di sekitar ibu kota nyaris tidak pernah menyentuh persoalan pencemaran udara dari sektor industri energi dan manufaktur.

Menurutnya, kontribusi cemar industri energi dan manufaktur ke udara DKI Jakarta dan sekitarnya lebih besar daripada penggunaan transportasi, komersial, dan domestik. Melihat karena adanya kepentingan ekonomi dan politik, pemerintah tidak seberani itu memperketat aturan ke perusahaan. Akhirnya, masyarakat yang jadi korban. (bbc.com, 14/08/2023).

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button