NASIONAL

Larangan Paskibraka Berjilbab oleh BPIP: Pelanggaran HAM dan Inkonstitusional

Jakarta (SI Online) – Wakil Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah Maneger Nasution menyayangkan adanya larangan berjilbab bagi sejumlah Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) Muslimah.

“Dunia kemanusiaan sangat prihatin akan adanya larangan berjilbab bagi Paskibraka muslimah. Memasuki 79 tahun kemerdekaan Indonesia masih ada pejabat publik cacat nalar kemanusiaan universal dan kasus jadul begini. Untuk itu jika ada pelarangan anggota Paskibraka memakai jilbab, maka larangan itu harus dicabut. Dan memastikan adik-adik Paskibraka tersebut tampil pada 17 Agustus besok tanpa ada pelarangan berhijab,” ungkap Maneger dalam keterangan persnya, Kamis (15/8/2024).

Menurut Maneger, pelarangan itu merupakan tindakan diskriminatif yang bertentangan dengan Pancasila, kebebasan beragama, dan hak asasi manusia (HAM) universal.

“Pelarangan itu menurut BPIP dilakukan sesuai peraturan BPIP dan sudah ada perjanjian di atas materai 10 ribu saat mendaftar. Argumen ini tentu cacat nalar kemanusiaan universal,” jelasnya.

Cacat nalar yang dimaksud, yaitu pertama, cacat nalar relasi kuasa. “Adik-adik pendaftar paskibraka saat disodori pernyataan semacam itu pastilah dalam situasi “terpaksa”. Ini terjadi relasi kuasa yang tidak berimbang,” kata Maneger.

Kedua, lanjut dia, adalah cacat nalar kemanusiaan universal. Maneger menjelaskan bahwa hak beragama itu adalah hak dasar warga negara (psl 22 UU 39 tahun 1999 tentang HAM). Hak tersebut tidak bisa dikurangi dalam keadaan apapun (psl 28E ayat (1) dan psl 28I ayat (1) UUDNRI 1945).

“Dengan demikian argumen BPIP bahwa pelarangan itu sesuai dengan peraturan BPIP, ini justru cacat nalar konstitusional. Pembatasan atas hak warga negara hanya bisa dilakukan dengan Undang-Undang (psl 28J ayat (2) UUDNRI 1945). Dengan demikian Peraturan BPIP itu adalah pelanggaran HAM dan inkonstitusional,” jelasnya.

Menurutnya, jika benar BPIP sudah minta maaf atas tindakan diskriminatif tersebut, sebagai bangsa beradab perlu diapresiasi. Permintaan maaf itu sebuah kemuliaan. Tapi, permintaan maaf itu tentu tidak menghilangkan dugaan pelanggaran HAM atas tindakan tersebut.

Oleh karenanya, Komnas HAM perlu menunaikan otoritasnya untuk memastikan akan dugaan terjadinya pelanggaran HAM oleh BPIP dalam kasus tersebut. Dan, meminta pertanggungjawaban HAM sesuai peraturan yang berlaku.

Selain itu, menurut Maneger, Presiden perlu mengevaluasi Pimpinan BPIP sesuai dengan peraturan yang berlaku agar tidak terulang lagi pada masa mendatang.

“Dan publik dihimbau untuk tidak terprovokasi, tidak main hakim sendiri. Mari hadirkan keyakinan bahwa pihak berwenang menuntaskan kasus ini,” tandasnya.

red: adhila

Artikel Terkait

Back to top button