Liberalisasi: Rusak Generasi, Ancam Ketahanan Keluarga
Malang merupakan salah satu kota di Jawa Timur yang mempunyai banyak potensi. Selain memiliki potensi dari segi pariwisata, Kota Malang juga mempunyai potensi dari segi jumlah penduduk yang terus bertambah. Dengan luas wilayah yang tetap, yakni 252,1 kilometer persegi (km2), penduduk Kota Malang dalam lima tahun terakhir bertambah 50.116 orang. Jumlah warga pada 2012 hanya 845.271 orang. Lima tahun berikutnya, jumlah itu membengkak menjadi 895.387 orang. (www.suryamalang.com, 30/05/2016). Pertambahan jumlah penduduk ini dikarenakan banyaknya pendatang baru yang berusia muda untuk mencari pekerjaan atau menempuh pendidikan di kota Malang.
Keberagaman yang ada di Kota Malang menjadi potensi yang besar bagi berkembangnya Kota Pendidikan ini. Adanya berbagai perguruan tinggi yang berhasil mencetak lulusan-lulusan terbaik juga menjadi salah satu potensi yang luar biasa bagi Kota Malang. Terbukti, sebanyak 136 proposal berisi ide-ide kreatif pemuda dan masyarakat Kota Malang Masuk dalam ajang INOTEK 2017 yang digeber Badan Perencanaan Penelitian dan Pengembangan (Barenlitbang) Kota Malang sehingga terjaring 12 pemenang yang terbagi dalam empat kategori bidang. (www.malangtimes.com, 31/10/2017)
Namun ironis di tengah-tengah kegemilangan kota Malang dalam hal pendidikan, kondisi generasi muda kota Malang justru terancam kehancuran moral. Julukan Malang sebagai Kota Pendidikan tercoreng oleh sejumlah kasus mahasiswi dan pelajar yang melakukan aborsi dan pembuangan bayi tak berdosa. Kota Malang juga menempati urutan ketiga dari posisi kota terparah untuk masalah pergaulan bebas setelah Surabaya dan Jakarta.
Bahkan Pakar Ginekolog dan Konsultan Seks, Dr. H. Boyke Nugraha, SpOG, MARS, mengatakan bahwa perilaku seks di kota Malang sudah hampir sama dengan kota Bandung dan Yogyakarta.
“Di kota Malang ini perilaku seks bebasnya sudah sama dengan Bandung dan Yogyakarta. Bahkan 50 persen remaja sudah melakukan perilaku seks bebas,” ucap Boyke, seperti yang dihimpun oleh MalangTODAY.net. Selain tingkat seks bebas yang tinggi, Jawa Timur juga menempati nomor dua dalam tingkat penderita HIV/AIDS terbesar di Indonesia, termasuk Malang pastinya. Tingginya seks bebas tersebut diduga karena banyaknya pelajar atau mahasiswa yang menimba ilmu di Kota Malang, dan jauh dari pengawasan orangtua. (www.malangtoday.net, 12/09/2018).
Tidak hanya pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan, komunitas LGBT juga rawan terjadi di Kota Malang. Hal ini bisa dibuktikan dengan banyaknya grup media sosial yang anggotanya adalah penganut paham LGBT. Tak tanggung-tanggung, grup media sosial LGBT ini anggotanya bahkan banyak yang usianya masih di bawah umur. Beberapa grup di antaranya beranggotakan para pelajar SMP dan SMA. Media online berjejaring, MalangTIMES berhasil menguak adanya perkumpulan gay pelajar SMP Malang di Facebook. Grup LGBT diberi nama Gay SMP Malang Singosari Lawang. Dari pantauan kami pada Jumat (21/7/2017), grup gay siswa SMP Malang tersebut berisikan 1.116 anggota. (www.malangtimes.com)
Menyedihkan sekali, keberhasilan pendidikan saat ini ternyata hanya mampu mencetak generasi yang berpestasi akademis namun rapuh dari segi moral. Maraknya pergaulan bebas yang terjadi di kota Malang maupun di kota-kota lain yang ada di Indonesia, telah menghancurkan masa depan generasi muda saat ini maupun generasi yang akan datang.
Kerusakan generasi yang terjadi saat ini tidak bisa dilepaskan dari pengaruh pesatnya perkembangan teknologi yang mudah diakses. Internet, televisi dan media sosial yang berkembang cukup banyak yang memberikan kemudahan penyebaran informasi, ternyata bisa membawa pengaruh bagi kerusakan masyarakat, terutama generasi muda. Konten-konten porno, tayangan yang hedonis, dan budaya yang permisif begitu mudah ditemui oleh masyarakat, baik dari televisi, smartphone maupun internet. Teknologi saat ini bisa bernilai positif namun juga bisa membawa dampak yang negatif bagi ketahanan keluarga.
Jika ditelaah kembali, kondisi kerusakan generasi saat ini tidak lepas dari pengaruh paham liberalisme dari barat. Paham ini mengajarkan kepada generasi muda untuk bebas berbuat tanpa mempertimbangkan aturan agama. Maka tidak heran generasi muda saat ini dengan bebas bisa mengambil gambar, mengirim gambar, menyebarkan video apapun dengan mudah lewat dunia digital. Selain masuknya paham liberalisme, faktor lain yang menyebabkan generasi remaja hancur adalah sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri ini.
Sistem ini memihak kepada kepentingan pemodal. Para pemodal baik pemilik stasiun televisi, pendiri jejaring media sosial, atau pengembang aplikasi-aplikasi dunia digital menawarkan sesuatu yang bisa dikonsumsi masyarakat tanpa memperhitungkan bahayanya bagi seluruh lapisan generasi. Sebagai contoh di televisi, tayangan yang paling di minati remaja adalah tayangan mengenai pacaran, pergaulan bebas dsb. Para pemodal melihat hal ini sebagai ladang yang bisa mendatangkan keuntungan untuk mereka, tanpa memperhatikan bagaimana dampaknya untuk generasi, dan negara membiarkan hal ini selama masih dalam batas KPI.