Liberalisme Merusak Akidah
Kebebasan beragama (hurriyatul akidah) yang bersumber dari deklarasi universal Hak Asasi Manusia (HAM) telah ‘mendarah daging’ dalam pemikiran umat hari ini. Buktinya HAM secara formal diajarkan dalam dunia pendidikan sejak tingkat dasar. Bahkan acapkali dianggap standar kebenaran.
Padahal HAM lahir dari rahim ideologi sekuler kapitalis yang secara diametrikal bertentangan dengan ideologi Islam. Kebebasan beragama inilah pangkal bermunculannya paham-paham liberal yang merusak akidah Islam.
Kebebasan beragama dalam pandangan HAM, bahasannya tak lah ‘sederhana’. Maksudnya tak hanya sebatas kebebasan bagi setiap orang dalam memeluk agama sesuai keyakinannya atau tidak boleh adanya pemaksaan dalam memeluk agama tertentu. Tapi rangkaian bahasan lain yang patut dikritisi karena melabrak syariat Islam yang termaktub dalam Al-Qur’an dan Sunnah.
Misalnya, menurut HAM tidak boleh melabeli seseorang yang berpindah agama sebagai kafir/murtad. Bagi dua pasangan yang berbeda agama boleh untuk menikah dengan mempertahankan agama masing-masing. Diberikan kebebasan untuk mempelajari agama manapun di lembaga pendidikan formal tanpa dibatasi pada agama yang dianut. Dalam tataran negara, diterima kehadiran sekte dan aliran keagamaan sepanjang tidak menganggu kesejahteraan umum dan melanggar hukum.
Pluralisme dan Sinkretisme ‘Produk’ Kebebasan Beragama
Tak cukup itu, kebebasan beragama yang dibungkus dalih toleransi beragama, mewadahi berkembangnya pemahaman sesat menyesatkan seperti pluralisme dan sinkretisme. Pluralisme adalah paham yang menganggap semua agama sama benarnya. Oleh pengusungnya pemahaman seperti ini dijelaskan dalam konsep transendensi agama.
Prof. Huston Smith orientalis pakar pluralisme menggambarkan konsep tersebut seperti piramida. Bagian dasar piramida menunjukkan kedudukan berbagai agama seperti Islam, Kristen, Yahudi, Hindu dan agama yang lainnya. Puncak piramida dianggap Tuhan. Setiap agama berbeda hanya pada bagian luarnya saja (tata cara ibadah), tapi tujuan ibadahnya tetap menuju Tuhan yang sama.
Pun sama dengan penjelasan Nurcholis Madjid tokoh pluralisme tanah air, bahwa setiap agama adalah ekspresi keimanan pada Tuhan yang sama. Ibarat roda, pusat roda adalah Tuhan, jari-jari roda adalah jalan berbeda (agama). Istilah lainnya satu Tuhan tapi banyak jalan (agama).
Pemahaman ini menganggap semua pemeluk agama akan masuk surga. Tidak boleh setiap pemeluk agama hanya menganggap agamanya saja yang benar, sedangkan agama lain salah atau sesat. Jika ada pemeluk agama hanya menganggap agamanya yang benar maka dikatakan agama sumber konflik atau agama yang jahat (evil).
Tentu saja pemahaman ini terbantahkan dengan ayat-ayat Al-Qur’an yang qath’i. Dalam surat Ali ‘Imran ayat 19 secara tegas Allah SWT menyatakan bahwa hanya Islam agama yang diridhai di sisi Allah SWT. Bagi yang mencari agama selain Islam maka Allah tidak akan menerima amal-amal perbuatannya dan di akhirat termasuk orang-orang yang merugi (QS. Ali ‘Imran ayat 85). Kerugian tersebut karena tempat kembali mereka selama-lamanya adalah neraka (QS. Al Bayyinah ayat 6).
Sinkretisme adalah paham yang mencampuradukkan atau menyatukan agama-agama dalam satu wadah. Tata cara ibadah beberapa agama dikodifikasi sehingga pemeluk agama berbeda dapat melakukan ritual agama secara bersama-sama.