Lima Alasan Kenapa RUU HIP Harus Segera Ditarik
Setiap undang-undang tak boleh berpretensi menjadi undang-undang dasar. Namun, fatsoen ketatanegaraan itu telah dilanggar oleh RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) yang kini tengah memancing penolakan di tengah masyarakat.
Pretensi menjadi Undang-Undang Dasar inilah, menurut saya, menjadi alasan pertama kenapa RUU HIP perlu segera ditarik, dan bukan hanya butuh direvisi.
Lihat saja rumusan identifikasi masalahnya. Kalau kita baca Naskah Akademik RUU HIP, rumusan identifikasi masalah semacam itu sebenarnya lebih tepat diajukan saat kita hendak merumuskan undang-undang dasar, bukannya undang-undang.
Baca juga: MUI se-Indonesia Tolak RUU HIP Tanpa Kompromi dan Serukan Umat Islam Bangkit Bersatu
Alasan kedua, Pancasila adalah dasar negara, sumber dari segala sumber hukum, yang mestinya jadi acuan dalam setiap regulasi atau undang-undang. Ironisnya RUU HIP ini malah ingin menjadikan Pancasila sebagai undang-undang itu sendiri. Standar nilai kok mau dijadikan produk yang bisa dinilai? Menurut saya, ada kekacauan logika di sini.
Pancasila tak boleh diatur oleh undang-undang, karena mestinya seluruh produk hukum dan perundang-undangan kita menjadi implementasi dari Pancasila itu tadi. Satu-satunya ‘undang-undang’ yang bisa mengatur institusionalisasi Pancasila hanyalah Undang-Undang Dasar 1945, dan bukan undang-undang di bawahnya, termasuk bukan juga oleh ‘omnibus law’. Kalau diteruskan, ini akan melahirkan kerancuan yang fatal dalam bidang ketatanegaraan.
Baca juga: Habib Rizieq Syihab: Tujuh Sebab Rakyat Indonesia Harus Tolak RUU HIP
Alasan ketiga, RUU HIP gagal memisahkan ‘wacana’ dari ‘norma’. Pancasila, dengan rumusan kelima silanya, adalah “NORMA”. Rumusannya terjaga di dalam naskah Pembukaan UUD 1945. Sementara, istilah “Trisila” dan “Ekasila”, sebagaimana yang disebut dalam Pasal 7 RUU HIP, itu hanyalah “WACANA” yang muncul saat gagasan Pancasila pertama kali dipidatokan Bung Karno tanggal 1 Juni 1945. Istilah itu sama sekali tak pernah jadi NORMA.
Jadi, memasukkan WACANA yang sama sekali tidak memiliki yurisprudensi ke dalam sebuah naskah rancangan undang-undang, seolah itu adalah sebuah NORMA, jelas menunjukkan adanya cacat materil dalam penyusunan RUU HIP ini. WACANA “Trisila” dan “Ekasila” itu sama sekali tak pernah menjadi NORMA dalam sistem hukum dan ketatanegaraan kita.