OPINI

Lima Alasan Kenapa RUU HIP Harus Segera Ditarik

Bahkan, meskipun istilah Pancasila berasal dari Bung Karno, dan kita mengakui 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila, namun jangan lupa, yang kemudian dijadikan NORMA dalam sistem hukum dan ketatanegaraan kita adalah rumusan sila-sila yang disahkan pada 18 Agustus 1945, bukan rumusan sila-sila yang pertama kali dipidatokan. Ini harus sama-sama kita pahami. Apalagi teks Pancasila itu lahir dari diskursus pikiran sejumlah tokoh khususnya anggota BPUPKI 1945.

Alasan keempat, selain cacat materil, RUU ini juga mengandung cacat formil. RUU ini berpretensi menjadi ‘omnibus law’, padahal kajian akademiknya tak dimaksudkan demikian. Kalau kita baca pasal-pasalnya, RUU ini ingin mengatur berbagai isu, mulai dari soal demokrasi, ekspor, impor, telekomunikasi, pers, media, riset, hingga soal teknologi. Isinya jadi ke mana-mana.

Kelihatannya, latar belakang RUU ini sebenarnya hanya untuk memperkuat Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) saja. Padahal lembaga BPIP ini tak terlalu diperlukan, hanya menambah beban negara. Pernyataan pimpinannya sering membuat kegaduhan dan berpotensi memecah belah bangsa.

Baca juga: Eks Kepala BPIP: 80 Persen Isi RUU HIP Ngawur

Alasan kelima, RUU ini tak punya urgensi sama sekali. Kita saat ini sedang menghadapi bencana pandemi Covid-19. Namun, dengan munculnya RUU ini, kita kembali bertengkar soal ideologi, kotak pandora yang sebenarnya secara formil sudah kita tutup sejak lama. Jadi, alih-alih mempersatukan, RUU ini malah bisa membuka luka-luka lama sejarah dan akhirnya memecah belah.

Sebagian masyarakat curiga RUU ini digunakan untuk menyusupkan kepentingan kaum komunis atau PKI yang sudah dilarang. Tak dicantumkannya TAP MPRS No. XXV/1966 tentang Pembubaran PKI sebagai konsideran, malah makin memupuk penolakan sebagian masyarakat.

Apalagi, RUU ini juga memerintahkan pembentukan kementerian/badan baru di luar Badan Haluan Pembinaan Ideologi Pancasila. Coba baca Pasal 35 dan 38, setidaknya akan ada tiga badan/kementerian baru yang akan diperintahkan dibentuk oleh undang-undang ini.

Baca juga: Muhammadiyah: RUU HIP Tidak Terlalu Urgen dan Tidak Perlu Dilanjutkan

Untuk apa?

Negara saat ini sedang susah. Anggaran lembaga negara yang sudah ada saja kini banyak dipotong untuk menutup defisit dan mengatasi pandemi, ini kok malah mau membentuk lembaga baru, lebih dari dua lagi. RUU ini jelas tak penting dan tidak memiliki sensitivitas krisis.

Dengan lima alasan tadi, saya kira pembahasan mengenai RUU HIP tak perlu lagi diteruskan. Jika ada yang ingin memperkuat pelembagaan BPIP, sebaiknya dibuat saja undang-undang tentang BPIP, jangan malah bikin undang-undang mengenai Pancasila.

Dr. Fadli Zon, M.Sc.
Anggota DPR RI, Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra

Laman sebelumnya 1 2

Artikel Terkait

Back to top button