Lima Sumber Harta Haram Pejabat dan Pegawai Negara Menurut Islam
Suap kadang-kadang dipungut sebagai ganti karena telah memperoleh maslahat (berupa keputusan) mengenai suatu kepentingan yang semestinya diputuskan tanpa perlu balas jasa, karena sudah menjadi kewajiban orang itu untuk menyelesaikan/mengurusnya.
Kadangkala suap diambil (sebagai imbalan-pen) karena tidak mengerjakan suatu kewajiban yang seharusnya dikerjakan. Juga suap diambil sebagai imbalan atas suatu pekerjaan yang dilarang negara. Seluruhnya tidak ada perbedaan, apakah akan mendatangkan maslahat ataukah mudlarat. Seluruh harta yang diperoleh dengan cara suap adalah harta haram dan bukan harta miliknya. Jadi harus dikembalikan (kepada pemiliknya), atau disita dan disimpan di Baitul Mal, karena diperoleh dengan cara yang tidak syar’i. Pelakunya harus mendapat hukuman, baik yang menyuap, yang disuap maupun perantara keduanya.
Kedua, Hadiah atau Hibah (Gratifikasi)
Hadiah/hibah adalah harta yang diberikan kepada para penguasa (wali), para ‘amil, hakim (qadli), dan para pegawai negara, dengan cara memberikannya sebagai hadiah atau hibah. Tindakan ini serupa dengan suap (risywah).
Tidak boleh seorang penguasa (wali), ‘amil, qadli dan pegawai negara menerimanya. Meskipun pihak yang memberi hadiah atau hibah tersebut pada saat itu tidak mempunyai kepentingan yang hendak diperolehnya, namun ia ingin memperoleh penghargaan dan penilaian istimewa, atau ingin memperoleh suatu kepentingan di kemudian hari.
Hadiah atau hibah yang diberikan kepada para penguasa (wali), para ‘amil, para hakim (qadli), dan pegawai negara sama dengan perbuatan curang (ghulul). Dan tempat bagi orang yang curang adalah neraka.
Terdapat larangan yang jelas dari Rasulullah Saw untuk menerimanya. Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abi Humaid as-Sa’idi yang berkata:
Nabi Saw mempekerjakan seseorang laki-laki dari Bani Asad. Ia adalah Ibnu Atabiyyah, sebagai pengumpul zakat. Seusai melaksanakan tugasnya, Ibnu Atabiyyah datang kepada Rasulullah Saw seraya berkata: ‘Ini kuserahkan kepadamu, sedangkan (harta) ini adalah hadiah yang diberikan orang kepadaku.’ Lalu Rasululah saw berdiri di atas mimbar, beliau memuji Allah kemudian bersabda: ’Seorang ‘amil yang kami pekerjakan, kemudian ia datang dan berkata, ‘Ini kuserahkan kepadamu, sedangkan ini adalah hadiah yang diberikan orang kepadaku’. Apakah tidak lebih baik jika ia duduk (saja) di rumah bapak/ibunya, -kemudian dapat mengetahui apakah ia (akan) diberi hadiah atau tidak. Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, salah seorang dari kalian tidak akan mendapatkan sedikitpun dari hadiah itu, kecuali pada hari kiamat ia datang dengan membawa di lehernya seekor unta yang meringkik-ringkik, atau sapi yang melenguh, atau domba yang mengembik’. Kemudian beliau mengangkat kedua tangannya sehingga kami melihat ketiaknya yang putih. Lalu beliau berdo’a: ‘Ya Allah, apakah aku telah menyampaikan hal ini’. Itu diucapkannya dua kali.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka setiap harta yang dihadiahkan atau dihibahkan kepada para penguasa (wali), para ‘amil, para hakim (qadli) dan pegawai negara, dianggap perolehan yang diharamkan. Bukan hak miliknya, harus dikembalikan kepada pemiliknya, atau disimpan di Baitul Malkaum Muslim. Sebab, harta itu diperoleh dengan cara yang tidak syar’i.
Ketiga, Harta kekayaan yang diperoleh dengan sewenang-wenang dan dengan tekanan kekuasaan
Adalah harta yang diperoleh para penguasa, para wali, para ‘amil, kroni-kroni mereka, dan para pegawai negara, yang berasal dari harta atau tanah milik negara, harta atau tanah milik masyarakat, yang diperoleh dengan jalan pemaksaan, sewenang-wenang, kekerasan, tekanan kekuasaan dan penyelahgunaan jabatan. Seluruh harta dan tanah yang berasal dari negara dan masyarakat, melalui cara-cara tersebut diatas dianggap sebagai perolehan yang diharamkan.
Tidak boleh dimiliki, karena diperoleh dengan cara yang tidak syar’i. Seluruh usaha untuk memperolehnya dianggap perbuatan yang zalim, dan perbuatan zalim adalah haram, yang di hari Kiamat nanti kezaliman itu merupakan suatu kegelapan. Hal itu sama dengan kecurangan, dan orang yang berbuat curang tempatnya di dalam neraka.