OPINI

Machiavellisme Istana: Fenomena Moeldoko

Buku Niccolo Machiavelli berjudul “Il Principe” atau “Sang Penguasa” memberi bekal kepada penguasa bahwa untuk mempertahankan kekuasaan itu harus mampu bertindak dengan segala cara “justify any means”.

Nilai moral yang diabaikan. Bertindak keras, menipu, merayu atau memanipulasi hukum adalah metode untuk melakukan pemusatan kekuasaan. Raja harus mampu menjadi singa dan kancil.

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko ditengarai berupaya mengudeta Partai Demokrat. Ia sama sekali bukan orang apalagi kader Partai Demokrat. Mantan Panglima TNI itu adalah orang Istana tangan Presiden Jokowi. Moeldoko bergerak untuk kepentingan Istana.

Melalui Kongres Luar Biasa Partai Demokrat di Deli Serdang, Moeldoko didaulat sebagai Ketum Partai Demokrat tandingan. Tapi gagal mendapat pengesahan hingga Putusan Kasasi Mahkamah Agung.

Upaya kudeta memalukan dan vulgar seperti ini tidak mungkin terjadi bila masih berangkat dari nilai-nilai moral. Ini bagian dari gaya politik “justify any means” Machiavelli di bawah rezim Jokowi. Upaya PK yang dilakukan Moeldoko benar berada di jalur hukum tapi ini ruang politik yang berbahaya.

Jika MA menjadi ‘Masuk Angin’ maka akan berdampak politik yang bakal menimbulkan guncangan serius. Banyak kasus yang menunjukkan bahwa lembaga hukum itu ikut dalam permainan politik.

Kini muncul isu Moeldoko akan memanfaatkan bebasnya mantan Ketum Partai Demokrat Anas Urbaningrum untuk meningkatkan manuver politik. Tentu mengarah pada goyangan pencapresan dukungan Anies Baswedan. Jika Moeldoko bersama Anas sukses merebut Partai Demokrat, maka Partai Demokrat dipastikan mencabut dukungan dan berpindah koalisi. Berada dalam wadah Koalisi Machiavellisme Istana.

Anas Urbaningrum sendiri mulai bermanuver lewat pidato penjara. Mantan napi korupsi ini berulah seperti tahanan politik. Rakyat melihat telah terbukti Anas adalah koruptor. Sidang Pengadilan membuktikan. Anas bukan korban kriminalisasi politik. Sebaliknya rakyat malah kini sedang menagih janji atas kesiapan dirinya untuk digantung di lapang Monas. Kasus Hambalang memberi jalan “road to monas monument”. Anas Urbaningrum tidak bersih.

Moeldoko yang kemarin terpukul dan pingsan kini terbangun dan mulai bermanuver melalui PK dan kebebasan Anas. Kubu Moeldoko mengklaim bahwa sosok Anas Urbaningrum akan memberikan daya hajar tambahan bagi Partai Demokrat dan AHY dalam proses PK di MA.

“Hal ini tentu akan memberikan sentuhan terindah lagi bagi eksistensi Partai Demokrat KLB pimpinan Jenderal TNI (Purn) Moeldoko dan akan lebih mempunyai daya hajar yang dahsyat bagi para politisi kubu AHY,” kata Saiful Huda dalam keterangan resmi.

Nah semakin jelas bahwa machiavellisme Istana sedang memainkan peran Moeldoko yang diduga berujung pada langkah tidak sehat untuk menjegal Anies Baswedan. Meskipun demikian kubu oligarki Istana sebenarnya tetap ketar-ketir menghadapi kubu koalisi rakyat untuk perubahan.

Rakyat sudah jenuh bahkan muak dengan perilaku oligarki yang berstatus penjajah rakyat Indonesia. Bangsa ini butuh segera perubahan politik melalui pergantian rezim. Jokowi sudahlah cukup. []

M. Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan
Bandung, 13 April 2023

Artikel Terkait

Back to top button