RESONANSI

Mafia Tanah Sedang Merakit Bom Waktu

Edwin menang di pengadilan. Hakim memerintahkan agar SHM dikembalikan. Jaksa membuat berita acara penyerahan SHM itu tetapi tidak menyerahkannya kepada Edwin. Ahli IT ini menduga SHM itu dijual oleh jaksa kepada pengembang yang kalah di pengadilan.

Suatu hari, cerita Edwin, jaksa yang masih muda itu datang menjumpainya dan meminta ampun atas kesalahannya. Edwin memaafkannya tetapi proses hukum harus berlanjut.

Nah, mengapa si jaksa meminta ampun kepada Edwin? “Mungkin karena jaksa itu terkena penyakit tumor di matanya. Bengkak besar sekali. Biji matanya keluar,” ujar Edwin.

Orang-orang yang membeli rumah di atas tanah rampasan itu mendatangi Edwin. Mereka mengatakan sampai sekarang belum mendapatkan sertifikat tanah-rumah yang mereka beli.

Saya tanya Edwin, apakah sekarang mereka mungkin sudah punya sertifikat setelah dia yakin SHM 5,000 M2 itu dijual jaksa kepada pengembang? “Boleh jadi,” kata Edwin.

Lain lagi cerita Agusni yang tinggal di sekitar Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Ayahnya, almarhum, menguasai tanah seluas 2,000 M2 di Kelurahan Dukuh. Suatu hari datang sejumlah orang berpakaian dinas, yang diduga dari Kodam Jaya, menancapkan plang yang bertuliskan kepemilikan Kodam atas tanah itu.

Tetapi, kata Agusni, surat tanah yang mereka tunjukkan bukan merujuk ke tanah keluarga tsb. Alamat surat tanah itu berjarak sangat jauh dari tanah mereka yang diklaim. Hingga sekarang Pak Agus dan tiga saudarnya masih menempati tanah itu. Tetapi tidak nyaman karena plang Kodam yang tak berani dia singkirkan.

Sony Danang, seorang ahli IT juga, bercerita mengenai tanahnya yang diduduki oleh gerombolan preman. Lokasinya dekat Kota Wisata di Cibubur, Kabupaten Bogor. Dengan luas 8,000 M2.

Kata Pak Sony, jalan masuk ke tanah/rumahnya itu ditutup. Seluas 3,000 M2 tanah itu dirampas. Sampai-sampai dia tak punya jalan masuk lagi.

Pihak yang merampas menunjukkan sertifikat yang ukuran dan lokasinya bukan di tanah Sony yang berbatasan langsung dengan sungai Cikeas. Sedangkan sertifikat perampas tidak menyebutkan batas dengan sungai. Artinya, sertifikat perampas itu salah alamat.

Hebatnya, mereka tetap menduduki tanah Sony. Logika sehat menunjukkan kepemilikan Sony atas tanah itu tidak diragukan keabsahannya. Tapi, begitulah kondisi negara ini. Yang berhak dirampas haknya oleh yang mampu membeli kekuasaan.

Laman sebelumnya 1 2 3Laman berikutnya
Back to top button