OPINI

Mahfud Mempermainkan Agama?

Hampir menyerupai Dudung Abdurrahman dalam kaitan doa berbahasa Indonesia, Mahfud MD sepakat lebih baik berdoa dengan bahasa Indonesia. Ia pun mencontohkan dirinya yang berdoa dengan bahasa yang dimengertinya itu. Dapat dipahami jika kaitannya dengan ketidakmampuan berdoa berbahasa Arab, akan tetapi keliru jika persoalannya adalah prioritas.

Yang menarik dan mengagetkan adalah ketika Mahfud MD mencontohkan doa atau seruan kepada Allah yang konon dilakukan dengan salah atau tidak mengerti. Menurutnya ada yang berdzikir “Ya kayuku, ya kayumu” untuk “Ya hayyu, ya qoyyum”. Benarkah ada yang berdzikir seperti itu, atau hanya diada-adakan Mahfud sendiri? Ia pun menambahkan “wolo wolo kuwato” sesuatu yang tidak relevan dengan doa bahasa Arab yang menurutnya tidak dimengerti artinya.

Menyatakan “ya kayuku ya kayumu” dan “wolo-wolo kuwato” adalah mempermainkan agama. Ini tidak pantas tercuitkan oleh seorang Menko yang konon memahami agama. Apalagi ber-statemen beragama dengan enak dan jangan seenaknya. Tanpa disadari sebenarnya Mahfud sedang mempraktikkan beragama seenaknya.

Bila dianggap beralasan tentang cuitannya itu, maka sebaiknya disampaikan siapa, dimana, komunitas apa yang berdzikirnya seperti itu. Jangan sampai urusan dialek menjadi substansial. Menyimpangkan fakta untuk mendukung argumen bahwa berdoa dengan bahasa Indonesia itu yang lebih baik.

Kita belum lupa pada kalimat pembuka Presiden Jokowi di suatu acara yang salah atau keliru dalam melafadzkan “laa haula walaa quwwata illa billah”.

Allah SWT mengingatkan bagi hamba-Nya untuk tidak menjadikan agama sebagai ajang main-main. Termasuk kalimat dzikrullah atau dalam menyebut asma-Nya.

“(Yaitu) orang-orang yang menjadikan agama sebagai olok-olokan dan senda gurau. Mereka tertipu oleh kehidupan dunia. Maka pada hari (kiamat), Kami melupakan mereka sebagaimana mereka melupakan pertemuan hari ini. Mereka mengingkari ayat-ayat Kami.” (QS Al A’raf 51).

Baiknya diperhatikan ayat Al-Qur’an soal pentingnya berhati-hati dalam beragama. Apalagi Pak Mahfudz di cuitannya suka tahajud. Nah habis tahajud baiknya baca Qur’an, berdoalah dengan doa yang ada dalam Al-Qur’an. Hanya maaf, bahasanya Arab. Tetapi itu jauh lebih baik ketimbang pak Mahfud setelah tahajud lalu dengar musik Los Morenos atau nonton wayang kulit Ki Enthus Susmono.

Mumpung sedang zamannya minta maaf, Mahfud hendaknya meminta maaf kepada umat Islam atas cuitannya. Sedangkan urusan dengan Allah, biarlah diselesaikan dengan tobatnya. Pakai bahasa Indonesia saja, pak. Siapa tahu diterima.

Tapi kalau mau konsisten, maka Pasal 156 a KUHP dan UU ITE bisa juga dikenakan. Pak Dudung saja menyebut Tuhan bukan orang Arab sudah ramai. Nah, yang ini lebih parah. Lebih parah.

M. Rizal Fadillah, Pemerhati Politik dan Kebangsaan.
Bandung, 14 Februari 2022

Artikel Terkait

Back to top button