OPINI

Mahkamah Penjaga Konstitusi, Bukan Penjaga Angka

Di dalam konsep Negara hukum kepastian hukum dan keadilan merupakan prinsip utama yang harus diwujudkan oleh negara. Demokrasi tumbuh di bawah perintah hukum dan konstitusi, untuk memastikan terselenggaranya demokrasi yang langsung, bebas, umum, rahasia, jujur dan adil.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 telah mengatur mekanisme pelaksanaan hukum dan demokrasi itu dengan lengkap dan ketat. Sehingga dalam penengakan hukum dan pelaksanaan demokrasi harus berjalan sesuai dengan rel konstitusi.

Artinya UUD 1945 tidak memberikan ruang pelaksanaan demokrasi yang tidak jujur dan tidak adil. Apabila ketidakjujuran dan ketidakadilan tersebut terjadi, maka hukum memerintahkan untuk menghukum pelaku tersebut, sekecil apapun pelanggaran yang ia lakukan.

Hukum tidak memberikan ruang bagi kecurangan dan ketidakjujuran serta ketidakadilan itu tumbuh dan berkembang dalam demokrasi pancasila. Karena itu, Kesalahan yang di buat oleh termohon (KPU) maupun terkait (Paslon 01) – dalam PHPU di MK – tidak bisa di barter dengan angka, melainkan harus di dalilkan sebagai pelanggaran hukum.

Karena itu, kalau terjadi pelanggaran hukum, Mahkamah harus memutuskan sesuai dengan kesalahan, bukan sesuai dengan angka. Hukum Indonesia tidak memberikan ruang sekecil alapun untuk melakukan pelanggaran dan kecurangan. Itulah yang harus menjadi dalil Mahkamah Konstitusi dalam memeriksa dan mengadili perkara Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden dan wakil Presiden yang sedang diperiksa Mahkamah.

MK Sebagai Penjaga Konstitusi disebutkan dalam Pasal 24 ayat (1) UUD menyebutkan “Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan”. Tugas daripada kekuasaan kehakiman, dalam hal ini Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi dan badan-badan lain yang berkaitan dengan kekuasaan kehakiman adalah untuk memastikan tegaknya hukum dan keadilan.

Disinilah pentingnya antara penegakkan hukum dan keadilan ini ditegakkan dalam satu nafas. Menegakkan hukum harus memastikan adanya keadilan, sehingga hukum tidak dijadikan alat untuk pihak-pihak tertentu, melindungi kelompok tertentu dan menghukum kelompok yang lain.

Dengan prinsip hukum dan keadilan tersebut, menjadi dasar MK memeriksa PHPU Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. Jadi MK bukan hanya sekedar membuat kepastian hukum, tetapi MK juga juga harus memastikan keadilan itu terwujud dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Mahkamah harus berani keluar dari tradisi yang mengadili hasil berdasarkan angka-angka. Pemeriksaan perkara Mahkamah Konstitusi wajib berpedoman pada konstitusi bukan pada angka. Menurut Pakar Hukum Tatanegara Yusril Ihza Mahendra (sekarang sebagai: Ketua Tim Kuasa Hukum Jokowi-Ma’ruf Amin) “Hasil Pilpres bisa dibatalkan Jika ada kecurangan, Bukan persoalan angka”. Oleh karena itu, Yang menjadi fokus Mahkamah adalah pelanggaran konstitusional, bukan perolehan angka suara pemilu. Bukankah MK selalu mengatakan dirinya sebagai The Guardian of The Constitution?

Artinya MK menklaim bahwa ia merupakan penjaga konstitusi. Berarti MK harus memeriksa perkara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden berdasarkan pandangan konstitusi. Prinsipnya terdapat dalam Pasal 22E ayat (1) yang menyatakan “Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali”.

1 2 3Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button