MASAIL FIQHIYAH

Majelis Tarjih Muhammadiyah: Vape Haram!

Jakarta (SI Online) – Merokok vape atau rokok elektronik adalah haram sebagaimana haramnya rokok konvensional. Demikian fatwa yang dikeluarkan Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah tertanggal 14 Januari 2020 lalu.

“Merokok e-cigarette hukumnya adalah haram sebagaimana rokok konvensional,” ungkap Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, dikutip dari Suaramuhammadiyah.id, Sabtu 25 Januari 2020.

Adanya fatwa ini disampaikan dalam Silaturahmi Pimpinan Daerah Muhammadiyah dan Aisyiyah se-Jawa Tengah dan DIY dalam rangka mendukung program Regulasi Kawasan Tanpa Rokok di Kantor Pimpinan Pusat Muhammadiyah Jl. Cik Di Tiro Yogyakarta, Jumat 24 Januari 2020.

Sebelum mengharapkan vape (rokok elektronik), Muhammadiyah juga telah mengeluarkan fatwa haramnya merokok pada 2010 silam melalui Fatwa Nomor 6 Tahun 2010 tentang Hukum Merokok.

Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah dalam Fatwa Nomor 01/PER/I.1/E/2020 tentang Hukum Merokok E-Cigarette menyampaikan sejumlah dasar pengharaman rokok elektronik.

Pertama, merokok e-cigarette termasuk katagori perbuatan mengonsumsi khabā’iṡ (merusak/membahayakan).

Kedua, perbuatan merokok e-cigarette mengandung unsur menjatuhkan diri ke dalam kebinasaan dan bahkan merupakan perbuatan bunuh diri secara cepat atau lambat sesuai dengan Q.S. al-Baqarah (2: 195) Q.S. an-Nisa’ (4: 29)

Ketiga, perbuatan merokok e-cigarette membahayakan diri dan orang lain yang terkena paparan uap e-cigarette sebagaimana telah disepakati oleh para ahli medis dan para akademisi.

Keempat, e-cigarette sebagaimana rokok konvensional diakui mengandung zat adiktif dan unsur racun yang membahayakan, tetapi dampak buruk e-cigarette dapat dirasakan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Kelima, berdasarkan logika qiyās aulāwi keharaman e-cigarette lebih kuat dibandingkan dengan rokok konvensional. Hal ini karena: (1) penggunaan e-cigarette tidak lebih aman dibandingkan dengan penggunaan rokok konvensional sesuai fakta ilmiah yang menunjukkan tidak ada satu pun pihak medis yang menyatakannya aman dari bahaya; (2) merokok e-cigarette dalam jangka waktu yang lama akan menumpuk jumlah nikotin dalam tubuh; (3) ditemukan zat karsinogen dalam ­e-cigarette (4) e-cigarette juga telah terbukti disalahgunakan untuk mengonsumsi narkoba.

Keenam, pembelanjaan e-cigarette merupakan perbuatan tabżīr (pemborosan) sebagaimana diisyaratkan dalam QS. al-Isra (17: 26-27).

Ketujuh, merokok e–cigarette bertentangan dengan unsur-unsur tujuan syariah (maqāṣid asy-syarī‘ah), yaitu (1) perlindungan agama (ḥifẓ ad-dīn), (2) perlindungan jiwa/raga (ḥifẓ an-nafs), (3) perlindungan akal (ḥifẓ al-‘aql), (4) perlindungan keluarga (ḥifẓ an-nasl), dan (5) perlindungan harta (ḥifẓ al-māl).

Kedelapan, merokok e-cigarette bertentangan dengan prinsip-prinsip kesempurnaan Islam, Iman dan Ihsan.

Dalam fatwa yang sama Muhammadiyah menasihatkan, mereka yang belum atau tidak merokok e-cigarette wajib menghindarkan dirii dan keluarganya dari percobaan merokok e-cigarette, sesuai dengan isyarat QS. at-Tahrim (66: 6)

Selanjutnya kepada mereka yang telah terlanjur menjadi perokok e-cigarette wajib melakukan upaya dan berusaha semaksimal mungkin untuk berhenti dari kebiasaan merokok dengan meresapi makna Q. al-Ankabut (29: 69) dan jaminan Allah dalam Q.S. at-Talaq (65:2)

“Pusat-pusat kesehatan di lingkungan Muhammadiyah harus mengupayakan adanya fasilitas untuk memberikan terapi guna membantu orang yang berupaya berhenti merokok baik konvensional maupun e-cigarette,” bunyi fatwa tersebut.

red: shodiq ramadhan

Artikel Terkait

Back to top button