Makna Qital dalam Al-Qur’an (3)
12. Al Baqarah 216
“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak menyenangkan bagimu. Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”
Perang fisik memang tidak menyenangkan. Baik yang memerangi atau yang diperangi. Mereka yang berperang fisik lama-lama juga jenuh dan ingin perdamaian. Itulah ‘fitrah manusia’ ingin perdamaian.
Maka bagi umat Islam, bila negerinya diperangi kaum kafir, wajib untuk melawannya. Itulah yang dilakukan para pahlawan kita dulu dalam melawan penjajah Katolik Portugis, Kristen Belanda-Sekutu dan lain-lain. Para pahlawan tidak kenal lelah dan tanpa rasa takut terus melawan mereka. Ribuan atau ‘jutaan pahlawan’ yang gugur tapi bangsa Indonesia terus melawan. Karena mereka tahu, bahwa penjajah zalim, selain mengeruk kekayaan di tanah air, mereka juga ingin menyebarkan agama Katolik dan Protestan.
Dengan lafadz Allahu Akbar dan senjata seandanya, keris, pedang, bamboo runcing dan lain-lain mereka melawan penjajah yang bersenjatakan pistol atau senjata-senjata modern lain yang ‘sekali tembak bisa puluhan orang meninggal.’ Dalam perhitungan akal, bangsa Indonesia mudah untuk dikalahkan.
Tapi Allah Yang Maha Kuasa punya rencana lain. Bangsa yang tidak pernah menyerah kepada penjajah ini terus berjuang, sehingga akhirnya bisa mengusir penjajah dari tanah air.
Tapi jangan gembira dulu. Kini antek-antek penjajah masih menguasai tanah air. Mereka kini menduduki kursi-kursi penting di sekitar kekuasaan. Mereka ‘hanya nurut’ kata penggede Cina atau Amerika. Mereka rela jadi antek, karena dapat komisi besar. Dengan uang yang banyak itu mereka menancapkan kuku-kukunya di berbagai aspek kehidupan. Maka jangan heran kini umat Islam terus dipojokkan : ormas-ormas Islam dibubarkan, umat Islam dituduh membahayakan atau radikal, tokoh atau aktivis Islam ditangkapi dan lain-lain.
Maka di sini Allah wajibkan ‘perang’ kepada mereka. Tentu peperangan bukan hanya fisik. Perang itu bisa mewujud dalam segala sektor: ilmu, politik, ekonomi, budaya, militer, media dan lain-lain.
Perang terhadap antek-antek penjajah modern ini baik bagi kita. Dengan perang itu maka kita menjadi semangat untuk melawan mereka. Dan karena kita punya Allah, kita yakin suatu saat kita akan menang. Kondisi tanah air dan dunia yang menginjak-injak Islam ini, mewajibkan kita untuk berjihad melawan mereka. Bila kita kalah, kita syahid dan bila menang, Allah akan memberikan pahala di dunia dan akhirat.
Penulis ingat, bagaimana Imam Besar FPI Habib Rizieq memberikan semangat agar tidak takluk melawan rekayasa-rekayasa kaum kafir. Habib mengutip ayat An Nisaa’ 104:
“Dan janganlah kamu berhati lemah dalam mengejar mereka (musuhmu). Jika kamu menderita kesakitan, maka ketahuilah mereka pun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu rasakan, sedang kamu masih dapat mengharapkan dari Allah apa yang tidak dapat mereka harapkan. Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana.”
Jadi dalam perang melawan kaum kafir kita dilarang putus asa atau lemah semangat. Jika kita lelah atau sakit, mereka juga begitu. Tapi keuntungan kita, kita punya harapan di akhirat mendapat surga atau rahmat Allah. Sedangkan orang kafir berperang hanya untuk keduniaan. Kaum kafir ragu atau tidak percaya akhirat. Dan bila mereka percaya kepada kitab sucinya, dunia menertawakannya. Karena selain Al-Qur’an, kitab yang dianggap suci oleh kaum kafir sudah tidak suci lagi. Penuh campur tangan manusia, apakah yang bernama Bibel, Weda, Talmud atau yang lainnya.