Mantan Wapres JK: Isu Politik Identitas Jangan Dijadikan Alat Mendiskreditkan Lawan
Jakarta (SI Online) – Mantan Wakil Presiden RI dua periode HM Jusuf Kalla melawan narasi ‘politik identitas’ yang selama ini digunakan rezim pemerintah untuk menyerang lawan politik.
Bicara soal politik identitas, kata JK, faktanya semua partai politik juga menonjolkan identitasnya masing-masing.
“Kalau PDIP selalu mengatakan wong cilik, kalau Golkar karya-karya. Kan berbeda kan. Gerindra, NasDem, Hanura nasional. Tapi, kalau PKB, PAN, PPP selalu bicara soal nasional-religius,” kata JK mencontohkan saat bicara dalam Dialog Kebangsaan HUT ke-15 tvOne, Selasa malam (14/02/2023) lalu.
PKB, lanjut JK, bahkan lebih spesifik lagi identitasnya sebagai Nahdlatul Ulama (NU).
Mantan Ketua Umum Partai Golkar ini meluruskan, sebenarnya Indonesia sudah menganut asas Bhineka Tunggal Ika. Sehingga meskipun masing-masing memiliki identitas akan tetapi tetap bersatu.
Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI) ini menyarankan agar para politisi dan masyarakat menyepakati terlebih dahulu makna dari politik identitas. Sehingga politik identitas tersebut tidak disalahartikan. Sebab, kata JK, identitas sudah melekat pada diri politisi dan partai politik.
“Jadi, didefinisikan dulu politik identitas agar jangan dijadikan bahan kampanye saja. Bahwa kita ini berbeda ya berbeda, kalau sama bagaimana memilihnya,?” kata Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) itu.
Ia lalu mencontohkan, saat Ali Mochtar Ngabalin ingin mencalonkan diri sebagai anggota DPR RI, Ngabalin berkonsultasi apakah akan tetap mengidentikkan dirinya dengan sorban atau tidak.
“Seperti Mochtar Ngabalin tuh, dulu waktu terpilih jadi anggota DPR, Pak bagaimana saya mau pakai sorban atau tidak? Ya, kau pakai sorban aja terus supaya gampang kita lihat dari jauh. Jadi identitasnya kan, ya boleh-boleh saja,” kata JK.
Bukan hanya itu, JK terang-terangan mengungkapkan bahwa para politisi juga selalu membangun identitas dirinya dekat dengan kalangan pesantren dan kiai. Buktinya, saat menjelang pemilu para politisi pertama kali mengunjungi pesantren.
“Para calon pasti semua datang ke Pesantren. Ingin membuat identitas bahwa saya ini dekat dengan Kiai,” terangnya.