SUARA PEMBACA

Mas Menteri, Jangan Tersesat Peta Jalan Pendidikan!

Mas Menteri Nadiem kembali menuai kontroversi. Pasalnya, Peta Jalan Pendidikan Nasional (PJPN) 2020-2035 yang diluncurkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), disinyalir tidak mencantumkan diksi agama dalam draf terbarunya.

Dalam draf terbaru Visi Pendidikan Indonesia 2035 tertulis “Membangun rakyat Indonesia untuk menjadi pembelajar seumur hidup yang unggul, terus berkembang, sejahtera, dan berakhlak mulia dengan menumbuhkan nilai-nilai budaya Indonesia dan Pancasila.” Kata budaya menggantikan diksi agama yang menuai polemik.

Tak ayal, gelombang kritik deras disampaikan oleh sejumlah tokoh di Indonesia. Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir bahkan dengan tegas mengatakan hilangnya diksi ‘agama’ merupakan bentuk melawan konstitusi. Sebab menilik dalam hierarki hukum, produk turunan kebijakan seperti PJPN tidak boleh menyelisihkan peraturan yang berada di atasnya, yakni Peraturan Pemerintah, UU Sisdiknas, UUD 1945 dan puncaknya adalah Pancasila. (detik.com, 7/3/2021).

Senada dengan Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Buya Anwar Abbas menyebut draf PJPN bertentangan dengan Pasal 29 ayat (1) Undang-undang Dasar 1945. Sesuai dengan ketentuan pasal ini, negara berjalan berdasarkan agama, sehingga seluruh aspek kehidupan dalam negara harus menyertakan agama. Ia pun mempertanyakan kecerdasan seperti apa yang coba dibangun oleh Mas Menteri Nadiem lewat Visi Pendidikan Indonesia 2035 ini. (cnnindonesia.com, 9/3/2021).

Mas Menteri Nadiem, tidak sekali ini saja kebijakan Anda penuh kontroversi dan makin sekuler. Tampak peta jalan pendidikan bukan makin lurus, melainkan makin ambyar. Meskipun, dari pihak Kemendikbud mengatakan PJPN masih berupa rancangan yang terus disempurnakan. Namun, masyarakat tentu patut khawatir, sebab PJPN dapat menjadi pijakan legal bagi ‘penyesatan’ jalan pendidikan.

Padahal menjadi keprihatinan bersama, sistem pendidikan hari ini tidak hanya mencetak generasi yang individualisme, hedonisme, materialisme, dan minim agama; tetapi juga sarat dengan segunung problematika. Peta Jalan Pendidikan Nasional yang menghilangkan ‘agama’, dipastikan menambah ruwet sistem pendidikan kita.

Mas Menteri Nadiem, publik pun patut menduga bahwa PJPN merupakan proyek sekularisasi pendidikan generasi. Hilangnya diksi ‘agama’, jelas membuat publik ketar-ketir. Mau dibawa kemana jalan pendidikan kita? Sebelum adanya PJPN saja, generasi kita sudah sekuler dan liberal. Apa jadinya generasi bangsa, jika PJPN tanpa ‘agama’ ini diterapkan?

Setelah segundang kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat. Lagi, rakyat dipaksa dengan kebijakan baru, yang menyeret penduduk negeri ke jurang kerusakan. Alih-alih memberikan solusi bagi sengkarut sistem pendidikan bangsa, sebaliknya memperparah masalah yang ada. Makin jelas, sekularisme yang menginfeksi negeri telah sukses mengantarkan penduduk negeri ini dalam pusaran problematika yang tiada berujung.

Alhasil, generasi yang beriman dan bertakwa makin jauh dari apa yang dicita-citakan. Generasi unggul yang berakhlak mulia makin jauh panggang dari api. Menihilkan agama dalam sistem pendidikan generasi sejatinya merupakan bom atom yang menghancurkan masa depan negeri. Jelas, ‘penyesatan’ peta jalan pendidikan ini harus dihentikan. Generasi kita membutuhkan peta jalan pendidikan yang sesuai fitrahnya. Sebuah peta jalan pendidikan yang lurus dan hakiki.

Mas Menteri Nadiem, patut menjadi renungan bersama, sejatinya beragama merupakan sesuatu yang fitrah dalam diri manusia. Manusia sebagai makhluk yang lemah dan terbatas, membutuhkan Sang Pencipta yang menciptakan dan mengatur segala sesuatunya. Tak ayal, manusia membutuhkan aturan dari Zat yang menciptakannya, yakni agama.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button