Masihkah Berharap pada Pemimpin Pembohong?
Ahad 17 Februari 2019 lalu telah terselenggara debat capres kedua. Pada debat kedua ini menyisakan banyak tanda tanya. Bagaimana tidak, banyak sekali data yang disampaikan oleh capres yang tidak sesuai dengan fakta.
Contohnya, menyebut tak ada lagi kebakaran hutan dan lahan dalam 3 tahun terakhir. Padahal fakta BNPB atau Badan Nasional Penanggulangan Bencana merekapitulasi bencana alam, termasuk kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Bahkan di tahun 2019 ini tercatat sudah terjadi beberapa kali karhutla. Tahun 2018, 370 kali kejadian karhutla, 4 orang hilang/meninggal dunia, Tahun 2017, 96 kali kejadian karhutla, tak ada korban jiwa/hilang, Tahun 2016, 178 kali kejadian karhutla, 2 orang hilang/meninggal dunia.
Memang, debat merupakan suatu ajang yang digunakan para capres untuk menarik suara rakyat. Tapi, rakyat tidsk harus disuguhkan dengan sandiwara di panggung perpolitikan yang hanya menjadi ajang meraih kekuasaan. Wajar jika sistem demokrasi saat ini melahirkan pemimpin seperti itu, karena paradigma bagaimana pemimpin yang benar yang dicontohkan oleh Rasulullah belum dimiliki. Sehingga, akan banyak ditemui pemimpin ingkar janji dan bohong pada rakyatnya. Pemimpin yang seharusnya jujur, menjadi teladan yang baik untuk rakyatnya tidak akan mungkin terjadi. Padahal, harapan rakyat adalah memiliki pemimpin yang selalu ada untuk rakyat, bisa menyelesaikan masalah rakyat.
Dari Ka’ab bin Ujrah ia berkata, “Rasulullah Saw pernah keluar atau masuk menemui kami, ketika itu kami berjumlah sembilan orang. Dan di antara kami ada bantal dari kulit. Baginda lalu bersabda: “Sesungguhnya akan ada setelahku para pemimpin yang berdusta dan dzalim. Barangsiapa mendatangi mereka kemudian membenarkan kebohongan mereka, atau membantu mereka dalam kezalimannya, maka ia bukan dari golonganku dan aku bukan dari golongannya. Serta ia tidak akan minum dari telagaku. Dan barangsiapa tidak membenarkan kebohongan mereka dan tidak membantu mereka dalam berbuat kezaliman, maka ia adalah dari golonganku dan aku adalah dari golongannya. Dan kelak ia akan minum dari telagaku.” (HR Ahmad No: 17424),
“Barangsiapa diberi beban oleh Allah untuk memimpin rakyatnya lalu mati dalam keadaan menipu rakyat, niscaya Allah mengharamkan Surga atasnya”. [HR. Muslim No.203]
Sudah jelas dalam hadis diatas bahwa haram mengikuti pemimpin bohong, maka haram juga memilih pemimpin yang berbohong, apalagi mendukung kebohongannya.
Lantas bagaimanakah kriteria pemimpin yang baik yang harus nya kita pilih? Dalam Islam kepemimpinan bukan soal mencari kekuasaan melainkan adalah kepemimpinan yang memberikan teladan yang baik yang sesuai dengan perbuatan dan ucapannya. Kepemimpinan yang menjalanlan hukum Allah secara menyeluruh yang sesuai dengan Al-Quran dan As-Sunnah. Dan pemimpin adalah orang yang pertama kali akan dimintai pertanggungjawaban sebelum rakyatnya. Bagaimana bisa pemimpin yang berbohong akan membawa rakyatnya menuju kebaikan dan kemakmuran sedangkan dia sendiri tidak takut dengan sang pencipta yaitu Allah SWT.
Dalam sistem islam tidak sembarangan orang bisa menjadi pemimpin. Karena dalam islam mempunyai syarat syarat wajib yang harus dipenuhi seorang pemimpin yaitu laki laki, muslim, Baligh, berakal, adil, merdeka, mampu melaksanakan amanah kekhilafahan berdasarkan Kitabullah dan Sunnah Rosululloh. Jadi jelas syarat syarat tersebut harus dipenuhi seorang pemimpin. Bila belum terpenuhi maka tidak menjadi seorang pemimpin.
Memilih bukan hanya sekedar memilih yang daftar kejelekannya paling sedikit tapi memilih yang mau menerapkan syariat. Karena setiap apapun yang kita lakukan akan dimintai pertanggungjawaban. Tidak akan pernah ditemukan kriteria diatas kecuali pada calon khalifah yang dibaiat dan tidak akan muncul jika tidak dari taqwa dan tidak takut kepada Allah.
Elda Widya I. K.
Mahasiswi Fakultas Sains dan Tekhnologi Universitas Airlangga