Matinya Keadilan di Negara Demokrasi
Islam menentang keras tindakan barbar. Islam melarang pembunuhan tanpa alasan yang belum dipastikan kebenarannya. Satu nyawa itu berharga. Tapi di sistem demokrasi, nyawa seperti tak ada harganya. Demi nafsu berkuasa menghalalkan segala cara. Hal itu biasa terjadi dalam sistem demokrasi.
Jangan tanya bagaimana demokrasi itu mati. Sebab, demokrasilah yang akan membunuh dirinya sendiri. John Adams (mantan Presiden AS ke-II), dia pernah menulis, “Remember, democracy never lasts long. It soon wastes, exhausts, and murders itself. There never was a democracy yet that did not commit suicide.” (Ingatlah, demokrasi tidak akan bertahan lama. Ia akan segera terbuang, melemah dan membunuh dirinya sendiri; demokrasi pasti akan bunuh diri).
Steven Levitsky and Daniel Ziblatt dalam buku mereka berjudul “How Democracies Die” menuliskan dalam bab pendahuluan tentang bagaimana demokrasi mati. Pembunuhnya bukan para tiran atau diktator. Pembunuhnya adalah penguasa yang terpilih dalam sistem demokrasi itu sendiri.
Lagipula, makna keadilan dalam demokrasi mustahil bebas kepentingan. Sebab, demokrasi memberi peluang tegaknya hukum sesuai kehendak manusia. Disinilah kelemahan demokrasi. Bagaimana mau mewujudkan keadilan sementara hukumnya sendiri bisa berubah-ubah sesuai kepentingan manusia?
Dalam Islam, adil itu sesuai takaran syariat Allah. Hukum ditegakkan berdasarkan pandangan syariat Islam. Keadilan hanya bisa ditegakkan bila berhukum dengan hukum Allah. Di negara demokrasi, menegakkan hukum Allah dalam peraturan perundang-undangan hampir mustahil terjadi. Sebab, akidah sekularisme menafikan peran agama dalam kehidupan bernegara.
Keadilan hanya bisa diraih bila kita menerapkan sistem Islam kafah. Ingatlah, kemunafikan dan kezaliman akan berbalas kemudian. Allah menyaksikan, hisab akhirat menanti siapa saja yang bertindak keji.
Ingatlah firman Allah Ta’ala, “Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.” (TQS An-Nisa [4]: 93)
Chusnatul Jannah
Lingkar Studi Perempuan dan Peradaban