Membaca Diksi Para Petinggi Negeri
Pertama, memang sesuai dengan tingkat berpikirnya. Kita semua mengetahui, bagaiman proses pengangkatan para pejabat di era demokrasi. Tak perlu berpendidikan tinggi, atau cerdas, cukup modal duit dan janji. Atau, cukup “yes sir” kepada para kapital, niscaya jabatan dalam genggaman.
Wajar jika setiap ada permasalahan tak pernah diselesaikan dengan tuntas. Malah diselesaikan dengan masalah baru. Karena dipegang oleh individu yang tidak kompeten. Bukankah Rasulullah Saw pernah bersabda: “Jika suatu urusan diserahkan kepada yang bukan aslinya, maka tunggulah kerusakannya.”
Rakyat pun merasakan betapa sulitnya hidup di bawah pemimpin ruwaibidhoh. Pemimpin yang tak menyayangi rakyat dan senantiasa menzalimi rakyatnya. Coba lihat betapa gagapnya pemerintah menangani wabah. Kurva belum melandai sudah maksa new normal.
Kedua, hendak menipu rakyat. Menutupi ketidakmampuannya mengurus negeri maka dibuatlah berbagai macam diksi. Tak jarang ditambah dengan gorengan basi radikal radikul. Atau tetiba ada bom dan penangkapan teroris.
Sebenarnya permainan diksi ini sudah basi. Sejak zaman Rasulullah pun sudah ada. Bahkan diabadikan dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 104: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu katakan (kepada Muhammad): “Raa’ina”, tetapi katakanlah: “Unzhurna”, dan “dengarlah”. Dan bagi orang-orang yang kafir siksaan yang pedih.”
Membaca tafsir ayat tersebut dijelaskan bahwa orang-orang Yahudi sering menggunakan kata “Raa’ina” yang artinya perlihatkanlah kepada kami. Namun orang-orang Yahudi bermaksud mengolok-olok Rasul Saw dengan diksi “ru’unah” yang artinya bodoh atau dungu.
Apa yang dilakukan oleh orang Yahudi, yang kafir kepada Allah dan mengolok-olok Rasul Saw diancam Allah Swt. dengan siksa yang pedih. Tidakkah semestinya para petinggi negeri ini berpikir bahwa setiap kekuasaan itu ada masanya. Maka bersikap amanah dalam kepemimpinan, dan memudahkan urusan umat, serta berlaku adil, semestinya menjadi pilihan sikap para pemimpin. Bukan malah membingungkan rakyat dengan diksi kontroversi.
Baiknya para petinggi negeri ini merenungkan doa Rasul Saw berikut: “Wahai Allâh, barangsiapa mengurusi sesuatu dari urusan umatku, lalu dia menyusahkan mereka, maka susahkanlah dia, dan barangsiapa mengurusi sesuatu dari urusan umatku, lalu dia bersikap lembut kepada mereka, maka bersikaplah lembut kepadanya.” [HR. Muslim, no.182]. Wallahu a’lam.
Mahrita Julia Hapsari, M.Pd
Praktisi Pendidikan