NUIM HIDAYAT

Membangun Masyarakat atau Membangun Kelompok?

Kelompok-kelompok yang lebih mementingkan membangun kelompoknya daripada masyarakatnya itu perlu sadar bahwa Rasulullah Saw tidak demikian dalam memperjuangkan Islam. Rasulullah punya visi yang jauh dan mulia, yaitu membangun keluarga Islami, masyarakat Islami, negara Islami dan dunia Islami. Lihatlah bagaimana Rasulullah memberikan semangat pada para sahabatnya bahwa mereka akan menaklukkan Persia dan Romawi. Mereka akan membawa risalah Islam yang mulia ini ke seluruh dunia. Maka jangan heran kemudian tidak sampai 100 tahun Islam telah menyebar ke Eropa dan China. Termasuk ke Nusantara yang indah ini, Islam datang dengan damai.

Jadi kelompok Salafi dan NU Struktural sadarlah. Islam itu punya alternatif terhadap sistem sekuler yang mengangkangi tanah air kita yang saat ini menyebabkan kemiskinan, kebodohan, kezaliman dan lain-lain. Rasulullah mengajarkan politik Islam, ekonomi Islam, Sosial Islam, budaya Islam (di antaranya musik Islami) dan lain-lain. Sabda Rasulullah, “Barangsiapa tidak memikirkan urusan kaum Muslimin, maka ia bukan golongan mereka.”

Rasulullah bukan hanya mengajarkan ibadah ritual saja, tapi juga mengajarkan adab pemimpin negara, adab politisi, adab pemimpin masyarakat, adab berekonomi, adab berbudaya, dan lain-lain.

Dalam sejarah, kita bisa meneladani akhlak para pemimpin di Partai Masyumi. Partai Masyumi saat itu bisa menyatukan hampir semua ormas-ormas Islam dan tokoh-tokoh Islam di tanah air. Muhammadiyah, NU, Persis, KH Hasyim Asy’ari, Ki Bagus Hadikusumo, Mohammad Natsir, Buya Hamka, Sjafrudin Prawiranegara, dan lain-lain. Sayang tahun 1952, NU keluar dari Masyumi karena hanya masalah jabatan Menteri Agama.

Maka hati-hatilah terhadap jabatan dan kemewahan dunia. Karena itu bisa memisahkan kelompok Islam satu dengan yang lainnya. Bila perasaan ukhuwah Islamiyah lemah, bila kesadaran membangun bersama masyarakat Islami bersama lemah, maka matilah rasa untuk memperjuangkan Islam. Matilah rasa ghirah Islam. Muncullah rasa ingin menikmati duniawi sepuas-puasnya. Ingin menikmati jabatan yang empuk dan kemewahan duniawi lainnya. Tidak peduli terhadap nasib kaum Muslimin. Kaum Islamofobia pun jadi bersorak melihat hal itu. Mereka punya kesempatan untuk mengadu domba kelompok-kelompok Islam. Dan kemudian muncullah ‘kaum munafik’ atau sejenisnya yang dijadikan alat untuk menghantam umat Islam sendiri. Dan inilah nampaknya sekarang yang terjadi.

Renungkanlah firman Allah,

وَا لْمُؤْمِنُوْنَ وَا لْمُؤْمِنٰتُ بَعْضُهُمْ اَوْلِيَآءُ بَعْضٍ ۘ يَأْمُرُوْنَ بِا لْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيْمُوْنَ الصَّلٰوةَ وَيُؤْتُوْنَ الزَّكٰوةَ وَيُطِيْعُوْنَ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ ۗ اُولٰٓئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللّٰهُ ۗ اِنَّ اللّٰهَ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ

“Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, melaksanakan sholat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah swt. Sungguh, Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah 71)

اَلْمُنٰفِقُوْنَ وَا لْمُنٰفِقٰتُ بَعْضُهُمْ مِّنْۢ بَعْضٍ ۘ يَأْمُرُوْنَ بِا لْمُنْكَرِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمَعْرُوْفِ وَيَقْبِضُوْنَ اَيْدِيَهُمْ ۗ نَسُوا اللّٰهَ فَنَسِيَهُمْ ۗ اِنَّ الْمُنٰفِقِيْنَ هُمُ الْفٰسِقُوْنَ

“Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan, satu dengan yang lain adalah (sama), mereka menyuruh (berbuat) yang mungkar dan mencegah (perbuatan) yang makruf dan mereka menggenggamkan tangannya (kikir). Mereka telah melupakan Allah, maka Allah melupakan mereka (pula). Sesungguhnya orang-orang munafik itulah orang-orang yang fasik.” (QS. At-Taubah 67)

Semoga kita semua terhindar dari perilaku kaum munafik. Wallahu alimun hakim. []

Nuim Hidayat, Dosen Akademi Dakwah Indonesia, Depok.

Laman sebelumnya 1 2

Artikel Terkait

Back to top button