Membangun Masyarakat Muslim melalui Tazkiyah
Jiwa manusia sebagaimana dideskripkan di atas selalu berada dalam persimpangan tiga panggilan, yaitu:
- Panggilan fitrahnya, yaitu panggilan yang selalu ada dalam diri, dan/atau seruan yang selalu dilakukan oleh, para nabi, para pengikutnya (sahabat mereka yang satu masa dengan mereka), dan orang-orang yang mengimani mereka (yang tidak berjumpa dengan para nabi itu, namun mengimani dan meyakini bahwa mereka adalah utusan Allah yang diberi wahyu).
- Panggilan nafsu syahwatnya, yaitu bisikan setan yang tidak dapat memengaruhi manusia, kecuali melalui hawa nafsunya.
- Pengaruh lingkungan, yaitu faktor-faktor eksternal yang memengaruhi jiwa, seperti yang dijelaskan dalam sabda Nabi Muhammad Saw:
كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ على الفِطْرَةِ، فأبَواهُ يُهَوِّدانِهِ، أوْ يُنَصِّرانِهِ، أوْ يُمَجِّسانِهِ
Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, lalu kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi (HR. Muslim)
Jiwa manusia merespons salah satu dari tiga bentuk panggilan di atas. Kemudian, hal ini menentukan jenis dan karakteristik jiwa manusia, yaitu:
- Al-Nafsu Al-Ammarah Bis Suu’ (jiwa yang memerintahkan kepada kejahatan). Ialah jiwa yang paling rentan terhadap bisikan setan dan pengaruh lingkungan yang buruk. Allah SWT berfirman:
وَمَآ اُبَرِّئُ نَفْسِيْۚ اِنَّ النَّفْسَ لَاَمَّارَةٌ ۢ بِالسُّوْۤءِ اِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّيْۗ اِنَّ رَبِّيْ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
Aku tidak (menyatakan) diriku bebas (dari kesalahan) karena sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali (nafsu) yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Yūsuf [12]:53)
- Al-Nafsu Al-Lawwaamah (Jiwa yang suka menyalahkan diri). Dinamakan demikian sebab, jiwa tersebut terpengaruh faktor-faktor keburukan dan terjerumus, namun ia menyesali, kemudian mencela dirinya, dan bertaubat. Ini artinya jiwa tersebut terombang-ambing antara kebaikan dan keburukan, tetapi berusaha kembali ke jalan yang benar dengan mencela diri dan bertaubat. Allah SWT berfirman:
لَآ اُقْسِمُ بِيَوْمِ الْقِيٰمَةِۙ وَلَآ اُقْسِمُ بِالنَّفْسِ اللَّوَّامَةِ
Aku bersumpah demi hari Kiamat. Aku bersumpah demi jiwa yang sangat menyesali (dirinya sendiri). (QS. Al-Qiyamah [75]: 1-2)
- Al-Nafsu Al-Muthma’innah (jiwa yang tenteram). Ialah jiwa yang iman kepada Allah. Jiwa yang berjalan menuju pada dan melaksanakan syariat-Nya tanpa keberatan. Jiwa yang ridha terhadap takdir-Nya. Jiwa tersebut percaya dan meyakini bahwa, semua tuntunan dan ketentuan-Nya adalah baik, dan balasan atas melaksanakannya adalah surga. Allah SWT berfirman:
يَـٰٓأَيَّتُهَا ٱلنَّفْسُ ٱلْمُطْمَئِنَّةُ ٢٧ ٱرْجِعِىٓ إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةًۭ مَّرْضِيَّةًۭ ٢٨ فَٱدْخُلِى فِى عِبَـٰدِى ٢٩ وَٱدْخُلِى جَنَّتِى ٣٠
Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan rida dan diridai. Lalu, masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku! (QS. Al-Fajr [89]: 27-30)