OPINI

Membendung Dahsyatnya Arus Pelangi

Rencana pertemuan aktivis pro-LGBTQ se-ASEAN di Jakarta akhirnya dibatalkan setelah menuai gelombang kecaman dan protes keras dari berbagai kalangan, termasuk dari MUI. Pembatalan ini disampaikan oleh penyelenggara ASEAN Queer Advocacy Week (AWW) yang memutuskan untuk merelokasi tempat pertemuan ke luar Indonesia, setelah menerima rangkaian ancaman dari berbagai kelompok. (Kumparan.com, 11/07/2023).

Acara bertajuk ASEAN Queer Advocacy Week (AAW) merupakan forum berkumpulnya para aktivis LGBTQ se-Asia Tenggara untuk saling terhubung dan memperkuat advokasi satu sama lain. Acara yang diorganisasi oleh ASEAN SOGIE Caucus, sebuah organisasi yang berada di bawah Dewan Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sejak 2021, bersama Arus Pelangi dan Forum Asia ini, sejatinya digagas untuk memperjuangkan suara kaum pelangi (LGBTQ) hingga ke ranah kebijakan di negara-negara ASEAN. (Republika.co.id, 11/07/2023).

Penolakan luas masyarakat Indonesia yang berujung pembatalan jelas patut diapresiasi. Namun, masyarakat harus tetap waspada terhadap gerakan kaum pelangi ini. Sebab, menjadi rahasia publik bahwa gerakan LGBTQ bukanlah gerakan individual semata, melainkan gerakan global yang disokong oleh banyak negara dan organisasi baik lokal maupun global.

Ya, tidak dimungkiri bahwa dalam naungan sistem kapitalisme liberal hari ini, isu LGBTQ senantiasa mendapatkan perhatian besar sejak munculnya berbagai gerakan dan kampanye yang menyuarakan dan memperjuangkan perlindungan hukum dan politik terhadap kaum pelangi.

Gerakan kaum pelangi ini pun terus menginfeksi berbagai organisasi dan lembaga hukum hingga pemerintah baik tingkat lokal maupun global. Narasi yang digaungkan pun selalu seirama, yakni bahwa kaum pelangi adalah sama-sama manusia yang memiliki hak untuk berkehendak bebas mengekspresikan pilihan hidupnya, serta bebas dari segala bentuk tekanan dan ancaman dari kelompok mana pun.

Memiliki gerakan yang terstruktur, masif, dan sistematis selama bertahun-tahun membuat satu per satu negara di dunia mengakui eksistensi kaum pelangi bahkan melindungi hak-haknya. Sebutlah negara-negara di Eropa Barat dan Benua Amerika, mayoritas penduduk di negara tersebut bahkan dengan tangan terbuka menerima keberadaan kaum pelangi. Sementara itu, di tingkat lembaga dunia seperti PBB, isu LGBTQ bahkan menduduki posisi yang penting dalam agenda-agenda lembaga di bawah PBB seperti ILO, UNESCO, UNICEF, UNDP, dan WHO.

Gerakan kaum pelangi ini pun memiliki jaringan global yang menaunginya, yakni ILGA (Asosiasi Lesbian, Gay, Biseksual, Trans, dan Interseks Internasional). Dikutip dari ilga.org, organisasi yang berdiri sejak tahun 1978 ini mengklaim membawahi sebanyak 1.614 organisasi kaum pelangi di 158 negara di dunia. Di Indonesia sendiri, jaringan yang berada di bawah ILGA antara lain Arus Pelangi, Gaya Nusantara Foundation, Institut Pelangi Perempuan, Komunitas Sehati Makassar, Violet Grey, dan Youth Interfaith Forum on Sexuality.

Di media sosial, dukungan terhadap kaum pelangi pun tak terbendung. Anti-LGBTQ menjadi haram dalam jejaring media sosial. Sebutlah Facebook, Instagram, Twitter, hingga YouTube tak segan-segan menutup akun individu dan organisasi yang terdeteksi melontarkan kecaman dan penolakan terhadap kaum LGBTQ. Tidak heran, jika berbagai konten bermuatan LGBTQ terus bermunculan di jejaring media sosial. Menginfeksi generasi. Mengantarkan generasi terbaik bangsa ini ke jurang kenistaan.

Makin pesimis dan mustahil membendung arus pelangi dalam sistem kapitalisme liberal saat ini. Sistem ini justru menumbuhsuburkan dan mengokohkan keberadaan kaum pelangi. Menjadi ancaman dan bahaya bagi masa depan generasi terbaik umat manusia. Alhasil, membutuhkan sistem yang sahih dan solutif untuk membendung dahsyatnya arus pelangi. Sistem ini tidak lain adalah Islam.

Paradigma Islam memandang perbuatan liwath (homoseksual) merupakan perbuatan yang menyalahi fitrah dan termasuk dosa besar. Perbuatan keji yang mendapat laknat Allah SWT. Tidak heran, Allah SWT menghancurkan kaum Nabi Luth as. karena perbuatan ini (QS. Hud [11]: 82). Maka sangat jelas bahwa Islam tidak mengakui keberadaan kaum pelang ini. Islam bahkan dengan keras dan tegas mencela perilaku mereka.

Islam memiliki aturan tegas dan menjerakan bagi para pelaku liwath ini. Sebab tanpa sanksi yang tegas dan menjerakan, niscaya para pelakunya tidak pernah jera. Oleh karena itu, Islam secara tegas mengancam para pelaku liwath dengan sanksi keras, yakni hukuman mati, sebagaimana sabda Baginda Nabi Muhammad Saw, “Siapa saja yang menjumpai kaum yang melakukan perbuatan kaum Luth, bunuhlah pelaku maupun pasangannya.” (HR. Abu Dawud).

Sanksi takzir juga dikenakan bagi para pelaku lebianisme. Sanksi takzir merupakan jenis sanksi yang bentuk dan kadar hukumannya diserahkan pada keputusan qadi. Hukuman ini dapat berupa cambukan, penjara, hingga hukuman mati.

1 2Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button