NUIM HIDAYAT

Menarik, Tafsir Hamka tentang Surat Al Ikhlas

قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ (1) اللَّهُ الصَّمَدُ (2) لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ (3) وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ (4)

Katakanlah, “Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula-diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia.” (QS. Al-Ikhlas: 1-4)

Katakanlah: “Dia adalah Allah, Yang Maha Esa.” (ayat 1)

Inilah pokok pangkal akidah, puncak dari kepercayaan. Mengakui bahwa yang dipertuhan itu Allah namaNya. Dan itu adalah nama dari Satu saja. Tidak ada sesembahan lain, selain Dia. Dia Maha Esa, mutlak Esa, Tunggal, tidak bersekutu yang lain dengan Dia.

Pengakuan atas Kesatuan, Keesaan, TunggalNya Tuhan, dan namaNya ialah Allah. Inilah kepercayaan yang dinamai Tauhid. Berarti menyusun pikiran yang suci, murni, tulus ikhlas bahwa tidak mungkin Allah itu lebih dari satu. Sebab pusat kepercayaan dalam pertimbangan akal yang sehat dan berpikir teratur, hanya sampai kepada satu.

Tidak ada yang menyamaiNya, tidak ada yang menyerupaiNya, dan tidak ada teman hidupNya. Mustahillah kalau Dia lebih dari satu. Kalau Dia berbilang, maka terbagilah kekuasaanNya. Kekuasaan yang terbagi, artinya sama-sama kurang berkuasa.

Allah adalah tempat bergantung. (ayat 2)

Artinya bahwa segala sesuatu ini Dia yang menciptakan, sebab itu maka segala sesuatu itu kepadaNya belaka bergantung, semua ada atas kehendakNya.

Kata Abu Hurairah, ”Arti ash Shamad ialah segala sesuatu memerlukan dan berkehendak kepada Allah, berlindung kepadaNya, sedang Dia tidaklah berlindung kepada siapapun jua.”

Husain bin Fadhal mengartikan, ”Dia berbuat apa yang Dia mau dan menetapkan apa yang Dia kehendaki.”

Muqatil mengartikan, ”Yang Maha Sempurna, yang tidak ada cacatNya.

1 2 3Laman berikutnya

Artikel Terkait

Back to top button