TELADAN

Meneladani Rasulullah Saw, Memuliakan Syariah Kaaffah

Marhaban yaa Rabiul Awal. Bulan yang penuh kemuliaan. Di dalamnya Baginda Rasulullah Saw. Dilahirkan, di dalamnya momentum hijrah dilaksanakan.

Kecintaan yang teramat kepada Rasulullah Saw. Itulah yang sepantasnya dicurahkan oleh setiap Muslim. Sebab kecintaan kepada Rasulullah Saw. ialah bagian dari perintah Allah Swt. Selain itu, ia adalah satu di antara bekal seorang Muslim untuk dapat menghuni surga-Nya kelak.

Anas Bin Malik ra menuturkan: Seorang Arab berkata kepada Rasul Saw. , “Kapan Hari Kiamat?”Rasulullah Saw. Balik bertanya kepadanya, “Apa yang telah engkau siapkan untuk menghadapi Hari Kiamat?” Dia berkata, “Cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.” Beliau bersabda, “Engkau bersama dengan yang engkau cintai.” (HR Muslim, An-Nasa’i, Al-Bazzar dan Ibnu Khuzaimah)

Kecintaan yang mendekatkan seorang Muslim dengan aroma surga, tentulah bukan sembarang cinta. Ada kaidah, ada ketentuannya. Tiada lain ialah mencintai Allah dengan menjalankan seluruh perintahnya dan menjauhi larangan-Nya. Pun ketika mencintai Rasulullah Saw. Maka diwujudkan dengan meneladani Rasulullaah Saw. Dalam ibadah, dakwah, juga ketaatan dalam syariah kaffah.

Sehingga ketika konsep dasar ini dipahami, efeknya setiap Muslim akan berlomba-lomba meraihnya. Saling menyemangati, saling menguatkan dalam kebaikan dan ketaatan.

Luapan cinta hakiki kepada nabi, Rasulullah juga menunjukkan menjadi bukti cinta hamba kepada Allah Swt. Maka kecintaan seorang hamba kepada Allah, haruslah tercurah dengan senantiasa meneladani Rasulullah. Beliaulah sosok nabi penutup yang diamanahi risalah syariah Islam sebagai tuntunan hidup.

Allah berfirman, “Jika kalian benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (TQS Ali Imron[3]:31)

Imam Ibnu Katsir (w.774 H) di dalam Tafsir Al-Quran Al-Azhim menjelaskan ayat ini dengan menyatakan, “Ayat yang mulia ini menetapkan bahwa siapa saja yang mengaku mencintai Allah, sedangkan ia tidak berada di jalan Muhammad Saw. (thoriqoh Al Muhammadiyyah), maka ia berdusta sampai ia mengikuti syariah Muhammad secara kaffah (keseluruhan).

Sehingga Islam memang menuntut konsep cinta yang nyata. Cinta yang berbukti dengan cara yang syar’i. Begitu pun ketika kita mencintai Rasulullah, tiada lain diungkapkan dengan sikap meneladani. Adapun yang mesti diteladani, tentu mesti mencakup semua aspek kehidupan seperti yang memang telah dicontohkan nabi Saw.

“Apa saja yang Rasul bawa kepadamu, maka ambillah. Apa saja yang dia larang atas kalian, maka tinggalkanlah. Bertakwalah kalian kepada Allah. Sungguh Allah amat keras hukumannya.” (TQS Al Hasyr[59]:7).

Sehingga di saat terpaan wacana radikalisme mengarah kepada kaum Muslim. Kecintaan kepada Rasulullah tetap mesti direalisasi dalam sikap meneladani. Rasulullah yang memberi teladan mulai dari perkara bangun tidur sampai pada konsep bangun negara dengan kepemimpinan Islam, ini berlaku sampai akhir zaman. Tidak ada perkara tawar menawar di dalamnya. Apalagi sampai pada tindakan mengkriminalisasi atau melabelinya dengan radikalisme.

Sudah saatnya pada momentum Rabiul Awal ini, umat dan penguasa merenungkan apa saja yang telah Rasulullaah teladankan di bulan mulia ini. Hijrahnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ke Madinah terlaksana di Rabiul Awal. Di saat semua sahabat telah berhijrah ke Madinah, hanya tinggal Rasulullah dan Abu Bakar yang belum berangkat. Beliau menunggu perintah Allah, kapan waktu yang tepat untuk berangkat.

Setelah turun perintah Allah Swt., Rasulullah dan Abu Bakar pun berangkat ke Madinah, setelah malamnya Ali bin Abu Thalib menggantikan beliau di tempat tidur untuk mengecoh kafir Quraisy yang akan membunuhnya.

Rasulullah dan Abu Bakar pergi ke Madinah dengan mengambil rute yang tidak biasanya. Mereka berdua bersembunyi di Gua Tsur terlebih dahulu untuk menghindari pengejaran oleh kaum kafir Quraisy.

Ibnu Katsir rahimahullah menerangkan bahwa Rasulullah tiba di Madinah tepat pada hari Senin tanggal 12 Rabiul Awal. Inilah momentum berharga bagi umat Islam. Hijrah Rasulullaah meninggalkan tatanan hidup jahiliyah di Mekkah menuju penerapan syariah Islam kaffah di Madinah guna mewujudkan kehidupan yang berlandaskan kitabullah dan Sunah Rasulullaah.

Pada bulan ini pula Rasulullah Saw. tutup usia, menghembuskan nafas terakhir. Semesta berduka, bermuram durja. Kiprah dalam ibadah dan dakwah telah terukir indah dalam sejarah. Islam tersebar ke penjuru wilayah di luar Madinah. Persia, Syam ada dalam naungan Islam.

Wafatnya junjunan alam, tak lantas menggoyah umat dalam ibadah juga dakwah walau riak-riak pun didapati. Kepemimpinan berlanjut pada khulafaur rasyidin. Kepemimpinan Islam pasca Rasulullaah wafat. Yang senantiasa berpegang teguh pada kitabullah dan Sunah Rasulullaah. Umat tetap ada dalam kehidupan Islam, menunaikan ibadah, mengemban dakwah dan melancarkan jihad.

Semua aspek kehidupan senantiasa berlandaskan syariah kaffah di bawah naungan seorang khalifah yang senantiasa berperan sebagai pelayan dan perisai umat. Sehingga tak ada ungkapan untuk menelantarkan umat. Sehingga tak ada alasan bagi kita selaku umatnya dalam menafikkan kebenaran syariah kaffah dalam kepemimpinan Islam yang telah nyata diteladankan Rasulullah Saw.

“Siapa saja yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran bagi dirinya, lalu dia mengikuti jalan bukan jalan kaum Mukmin, niscaya Kami membiarkan dia leluasa terhadap kesesatan yang telah dia kuasai itu dan Kami memasukkan dia ke dalam Neraka Jahannam. Neraka jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (TQS An Nisa [4]: 115)

Ammylia Rostikasari, S.S.
(Komunitas Penulis Bela Islam)

Artikel Terkait

Back to top button