Meneladani Ummul Mukminin Saudah Binti Zam’ah
Mengkaji sejarah Islam pada umumnya dan sejarah generasi para sahabat khususnya, merupakan langkah dasar untuk membangkitkan umat. Karena para sahabat adalah generasi terbaik sepanjang sejarah peradaban manusia. Mereka adalah komunitas yang dipilih Allah untuk menyertai Nabi-Nya.
Bukan hanya para sahabat, perjalanan dakwah Nabi Muhammad Saw pun tak lepas dari dukungan para shahabiyah, yang berjalan mengiringi dengan keteguhan hati dan berpegang teguh pada Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Dukungan shahabiyah dalam dakwah Rasulullah Saw melingkupi dua aspek, yakni aspek kuantitas dan kualitas. Dari segi kuantitas, wanita merupakan separuh masyarakat dan dari segi kualitas, wanita yang hidup di era pertama Islam memiliki keteguhan untuk mempertahankan agamanya dan berani untuk menunjukkan pengorbanan dan kegigihan dalam membela akidahnya. Salah satu pribadi yang terkenal kesederhanaan sekaligus kedermawanannya adalah shahabiyah yang bernama Saudah binti Zam’ah.
Saudah binti Zam’ah termasuk di antara wanita-wanita yang pertama memeluk Islam (As-Saabiquunal Awwaluun), beliau ikut hijrah dua kali, yakni hijrah ke Habasyah dan Madinah. Beliau adalah Istri dari Sakran bin ‘Amr yang juga dengan tangan terbuka menerima dakwah Rasulullah Saw. Suami istri tersebut termasuk orang-orang yang hijrah ke Habasyah, mereka mendapat perlindungan dari Najasyi, seorang raja yang adil dan mereka hidup dengan tenang di bawah naungan iman dan tauhid.
Hari-hari berlalu, Saudah bersama suaminya kemudian kembali ke Makkah. Mereka hidup mendampingi dakwah Rasulullah Saw. Hingga akhirnya Sakran, suaminya, meninggal dunia di Makkah. Sejak itu, Saudah ra hidup sendiri, namun beliau menjalaninya dengan sabar dan ridha menerima takdir Allah karena yakin kasih sayang Allah SWT kepada hamba-hamba-Nya jauh lebih besar.
Menjadi Ummul Mukminin
Kepergian Khadijah diiringi deraian air mata Rasulullah Saw dan putri-putrinya, serta para sahabat. Dalam kondisi yang sangat kritis dalam perjalanan dakwah Islam, posisi dan kedudukan Khadijah di hati Rasulullah Saw tidak tergantikan.
Seluruh sahabat mengetahui benar tingginya posisi Khadijah di hati Rasulullah, sehingga tidak ada yang berani berbicara kepada Rasulullah tentang masalah pernikahan. Namun demikian, Allah SWT menghendaki seorang sahabat wanita untuk membicarakan masalah ini, dialah Khaulah binti Hakim.
Aisyah menceritakan bagaimana Khaulah binti Hakim membicarakan hal ini dengan Rasulullah, ‘Aisyah berkata: “Saat Rasulullah masih di Makkah, Khaulah berkata “Wahai Rasulullah, apakah engkau tidak ingin menikah lagi?” Rasulullah Saw pun balik bertanya, “Dengan siapa?”, Khaulah menjawab “Terserah kepadamu, apakah engkau ingin menikah dengan seorang gadis atau seorang janda?”, Beliau bertanya lebih jauh, “Jika gadis, siapa orangnya?”, Khaulah menjawab ” Putri orang yang paling engkau cintai, Aisyah binti Abu Bakar”. Beliau bertanya lagi, “Jika janda, siapa orangnya?”, Khaulah menjawab ” Saudah binti Zam’ah. Dia telah beriman kepadamu dan mengikuti ajaran agamamu”, Rasulullah Saw berkata, “Kalau begitu, pergilah dan sampaikan pinanganku kepada mereka berdua,” Kemudian, Rasulullah Saw menemui ayahanda Saudah dan akad nikah berlangsung dengan mahar sebesar 400 dirham.
Di Bawah Bimbingan Rasulullah Saw
Saudah adalah wanita pertama yang dinikahi Rasulullah Saw setelah Khadijah ra wafat. Ia menjadi satu-satunya istri Nabi Saw selama tiga tahun, sebelum Rasulullah menikah dengan ‘Aisyah.
Saudah terus memacu diri untuk menggali lebih banyak lagi pelajaran, akhlak, ilmu dan kesabaran dari Nabi Saw. Saudah senang bercerita tantang putri Rasulullah Saw, Ruqayyah dengan suaminya Utsman bin ‘Affan ketika masih tinggal di Habasyah. Selama tinggal di Habasyah, beliau banyak menghabiskan waktu dengan Ruqayyah, Khaulah binti Hakim dan wanita-wanita lain untuk membicarakan perkembangan Islam dan keadaan Rasulullah Saw.